Sehari sebelum memasuki Bulan Ramadhan tahun ini, juga bertepatan dengan hari Nyepi bagi kaum umat Hindu. Pada saat Nyepi (bisa disaksikan di Bali), semua sepi, baik bandara, restoran, sampai toko-toko semua tutup, bahkan mobil dan motor tidak boleh ada yang berlalu lalang, bahkan listrik, lampu, semua padam.
Pada saat aktivitas keagamaan Nyepi ini, di Bali yang mayoritas beragama Hindu, semua orang disana baik turis, muslim, kristen, atau lainnya diwajibkan ikut menghargai (toleransi). Kaum Non Hindu diwajibkan juga tidak beraktivitas di bandara, bisnis, dipantai, makan di restoran, berkendara, sampai menyalakan lampu. Akan ada pecalang (polisi adat), yang akan berpatroli dan menangkap siapapun yang melanggar.
Apakah ini toleransi beragama? Dimana kaum Non Hindu juga bahkan diwajibkan seakan ikut didalam ritual keagamaan ini, tidak bisnis, menutup toko, dilarang beraktivitas, bahkan sampai harus ikut mematikan listrik selama 24 jam penuh. karena jika tidak, maka akan ditangkap oleh para pecalang.
Lalu bagaimana dengan Bulan Ramadhan, dimana orang Non Muslim, bebas aktivitas di Mall, bebas makan, restoran buka, bahkan tempat hiburan malam buka, dan seandainya ada ormas islam yang melarang, menutup, menangkap, maka ini dianggap tidak toleran?
Bukankah jika Nyepi bisa sedemikian, seharusnya Ramadhan juga bisa seperti demikan juga. Dimana kaum non agama tersebut harusnya bertoleransi terhadap kaum beragama yang sedang melakukan ritual agamanya?
Yang Pertama :
Nyepi, ritual agamanya memang harus sepi, harus libur, harus off, harus tutup, maka walaupun kaum agama lain tidak bertoleransi pun, maka bandara, mall, kantor, pantai, toko, dll, akan tutup.
Ramadhan, ritual agamanya menahan lapar haus (dan hawa nafsu), tidak harus tutup bandara, mall, kantor, pantai, toko, tidak harus memadamkan listrik, dll.
Yang Kedua :
Nyepi, ritual agamanya satu hari. Misal pada hari itu suatu kota, wilayah, atau peradaban tutup selama 24jam, maka tidak akan ada kemudharatan, kerugian, dampak ekonomi, atau lainnya.
Ramadhan, ritual agamanya satu bulan. Misal pada satu bulan itu semua tutup, maka ini tidak nyambung, karena menahan lapar, dan haus, tidak relevan dengan menutup suatu peradaban. Pada konteks yang sama, misal shalat Jumat, libur Idul Fitri, Idul Adha, dan Umat Islam menutup (hari) aktivitasnya, selama ritual itu berjalan, kaum Non Islam kita dapati juga bertoleransi.
Yang Ketiga :
Nyepi, tidak benar bahwa Non Hindu, harus melakukan nyepi juga pada hari tersebut, silahkan saja menyalakan listrik, ac, air, atau aktivitas penting lainnya, hotel, RS, klinik, kantor Polisi, dan lain tetap buka, tetap operasional, tetap melayani, jika memang penting atau untuk urusan fundamental lainnya. Pada malam hari silahkan saja meyalakan lampu didalam rumah / kamar namun bertoleransi dengan menutup gorden (karena terang lampu mengganggu ritual nyepi yang harus gelap).
Ramadhan, juga seharusnya tidak usah memaksa orang yang tidak melakukan puasa, untuk ikut puasa juga. Maka kantor, toko, mall, restoran, warteg dan lainnya buka bagi yang tidak puasa, RS, bank, bandara, buka bagi yang sakit, urusan fundamental atau penting lainnya, maka sejatinya tidaklah apa apa.
Yang Keempat :
Nyepi, dijaga oleh pecalang, ini telah sah dimata perwakilan Ulil Amri (Gubernur), dimana pelanggarnya bukan ditangkap dan dihukum, melainkan yang belum tau diedukasi, yang sudah tau dan sudah benar benar menganggu ritual Nyepi barulah dihukum secara adat (dikurung sementara / dipulangkan / diusir).
Ramadhan, yang dijaga oleh Ormas Islam, ini tidak sah dimata Ulil Amri (Gubernur), dan memang tidaklah perlu dijaga orang orang yang tidak melakukan ritual puasa. Ketika ada Ormas Islam yang menjaga, merazia, sweeping, menyeruduk orang orang yang tidak berpuasa, maka inilah yang justru intoleran.
Yang Kelima :
Nyepi, Umat Hindu sibuk menjalankan ritual Nyepinya, tidak sibuk dengan orang lain, agama lain yang tidak melakukan nyepi, mereka juga tidak perlu mengajak orang Non Hindu untuk melakukan nyepi.
Ramadhan, Umat Islam seharusnya fokus dan khusyuk dengan ritual puasanya, tidak perlu sibuk dengan orang lain, agama lain, mereka juga tidak perlu mengajak orang Non Islam untuk berpuasa juga.
Bonus :
Nyepi, orang Hindu menghargai perayaan / ritual agama mereka ini, mereka semua melakukannya, Umat Hindu tidak ada yang tidak nyepi di Bali (adapun Umat Hindu yang tidak nyepi / tidak patuh, dia sembunyi sembunyi).
Ramadhan, Orang Islam sendiri seharusnya menghargai ritual agama mereka ini, mereka semua seharusnya melakukannya. Malah didapati Orang Islam sendiri yang tidak melakukan puasa dimana seharusnya semua Muslim (tanpa uzur) berpuasa. Kalaulah ada Umat Islam yang tidak puasa / tidak patuh, maka seharusnya dia sembunyi sembunyi. Ini malah terang terangan.
Sebagai Umat Muslim, itu berpuasa, bukan “kepuasaan”, karena kepuasaan berbeda dengan puasa. Orang Muslim yang berpuasa pada Bulan Ramadhan, dia sedang berurusan antara dia dengan Rabb-nya, bukan dengan manusia, maka fokus dan khusyukan ritual ibadah puasa ini, tidak malah sibuk mengurusi orang lain, menghakimi orang lain, memaksa orang lain, minta dihargai orang lain, menganggu urusan orang lain, menutup bisnis, toko, aktivitas ekonomi orang lain, menzalimi orang lain, dll, karena alasan sedang berpuasa.
Sebagai Umat Muslim, silahkan berpuasa (bukan kepuasaan), silahkan berpuasa dengan fokus antara dia dan Rabb-nya, bertoleransi dengan kaum yang tidak berpuasa, tanpa perlu sibuk mengurusi atau sampai menzalimi orang lain.
Sebagai Umat Muslim, ritual ibadah puasa yang dilakukan tidak wajib, tidak harus, tidak butuh, semua kaum Non Muslim harus ikut berpuasa, tidak harus menutup bandara, kantor, mall, restoran, toko, atau tempat usaha orang lain. Umat Muslim bisa berpuasa, tanpa harus minta dihargai, minta divalidasi, minta diperlakukan spesial dari kaum yang tidak berpuasa.
Orang-orang yang benar benar “puasa”, maka dia tidak akan terganggu dengan warteg, mall, restoran, ataupun klub malam yang buka.
..Wallahu a’lam..