Minimalist adalah sebuah metode hidup “sederhana”, hemat, dan sesimple mungkin, dalam pengeluaran.
Beli baju, beli yang murah
Beli hape, beli yang murah
Liburan, liburan yang murah
Makan, makan yang murah
Apalagi sedekah, yang “murah”
Tetapi, jika dijalani pola hidup yang demikian, maka akan didapati energi dalam keseharian yang kurang positif.
Contoh : Dalam beberapa kali pakai saja, baju murah ini akan mudah keliahatan tidak bagus, dan mempengaruhi penampilan. Liburan murah, bukannya “healing”, malah merasakan pengalaman yang kurang menyenangkan, tidak baik, tidak nyaman. Makan murah, kita menjadi lupa perihal “we are what we eat”, dalam arti ketika kita tidak memperhatikan makan, gizi, kebersihan, makan asal kenyang, tetapi loyo, bahkan gampang sakit. Mengeluarkan sedekah/infaq dengan sedikit diawali hitung hitungan juga justru mengakibatkan hati tidak ikhas, kepikiran, dan tidak mendapat arti, hakikat, bahkan manfaat dari sikap berbagi tersebut.
Tetapi, ketika pola hidup demikian dievaluasi, tidak lagi terlalu minimal, tidak terlalu hemat, tidak terlalu sederhana, atau dalam bahasa lain tidak terlalu pelit, namun bukan berarti diartikan “hedon”. Lebih memahami apa itu kualitas dibanding kuantitas, dimana memahami kualitas yang baik, misal disini makanan, pakaian, liburan, atau amalan, ternyata akan berpengaruh kepada hal-hal yang tidak disadari selama ini, seperti adanya energi positif yang lebih dirasakan, bahkan sampai merasa lebih memahami apa itu kebersyukuran, dibanding orang-orang yang menjalankan pola hidup minimalist, yang sebenarnya dia bukan pelit ke orang lain, melainkan sejatinya dia pelit ke dirinya sendiri.
Bandingkan :
Makan murah, dan makan “agak” mahal. Liburan di budget hotel, dan hotel “lebih” mewah. Baju murahan dengan baju yang lebih berkualitas, sedekah ala kadarnya, dan sedekah yang lebih “berkualitas”. Berbagi Ifthar “gorengan” atau berbagi ifthar sedikit lebih mahal, yang Ada energi dan output yang berbeda bagi diri kita.
___
Sebagaimana diatas sejatinya orang yang pelit, maka sebenarnya dia pelit kepada dirinya sendiri, dimana hasil akhirnya adalah diri sendirinyalah yang merasakan dampak tidak nyaman, tidak positive, beraura negative, dan bahkan menanggung rugi. Sebaliknya jika dilihat lebih jelas, pihak lain semuanya untung, mereka mendapat laba, untung, atau setidaknya menerima “gorengan” gratis, tidak ada satupun dari mereka yang rugi kecuali, diri sendiri.
___
Berikut ada quote bagus dari “Kyrie Irving” salah seorang Atlet Muslim, kaya raya yang mendapatkan auranya lebih baik, hidupnya lebih positif, lebih berkualitas, dimana dia benar memahami konsep the “Non Minimalist” ini, terkhusus untuk orang orang disekitarnya.
“Whatever you give should be for parents, close relatives, orphans, the needy, and travellers. God is well aware of whatever good you do.”
Apapun (yang kau buat/hasilkan), sebenarnya adalah apa yang untuk kamu nikmati/beri, dan orang orang yang berhak kamu beri) dengan kualitas yang baik dari apa yang kau hasilkan adalah dirimu sendiri), orang tuamu (keluarga), orang orang dekat, yatim piatu, orang membutuhkan, dan musafir. Sesungguhnya Allah sangat mengetahui apa yang kamu lakukan. (Dan balasan terhadap itu untuk dirimu sendiri)
Sepertinya, dia menukil sebuah ayat Al Quran
Dimana Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Al Baqarah: 215)
Capek-capek ikhtiar dan dipergunakan dengan “Minimalist”, sesungguhnya adalah kerugian bagi diri sendiri, aura negatif, hidup kurang menyenangkan, gampang sakit, jauh dari rezeki yang dimanfaatkan dalam rangka keberkahan. Sedalam ini pemahaman Kyrie Irving akan 1 ayat diatas, dimana dia bukan berpemahaman Salaf.
Bagaimana dengan mereka, yang memahami pemahaman salafus shalih dengan benar dan presisi? Bisa kita lihat pada diri Nabi shallallahu alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, yang betapa “berkualitasnya” kehidupannya, untuk dirinya, keluarganya, dan tentunya tidak lupa bagi sekelilingnya. Tidak perlu saya panjang lebar membahas Qurban Nabi yang ratusan ekor, Abu Bakar yang kecuali untuk kebutuhan, 100% semua hartanya bagi agamanya, Umar yang 50%, Abdurrahman bin Auf yang semakin memberi semakin kaya. Sahabat lain yang ribuan hektar tanahnya bagi umat, dan banyak kisah implementatif berkualitas lainnya.
Bagaimana dengan kamu, yang mengaku “salafi”, yang ternyata masih minimalist itu, bahkan kepada dirimu, keluargamu, boro boro untuk orang sekitarmu?
Bagaimana pemahamanmu, pemikiranmu, isi kepalamu, tindakanmu, perbuatanmu, dan implementasimu?
Dan lihat betapa negatif auramu? Betapa tidak nyaman hidupmu? Sesungguhnya banyak rugi? Banyak penyakit? Banyak masalah?
..Wallahu a’lam..