“The Connector”
Bisnis apa yang paling profit di dunia?
Secara literasi dan definisi yang benar, tentu bisnis jual agama, jual ayat, jual nomor hadist, jual garam ruqiyah, jual air keramat, jual cerita khurafat wali dan lain-lain, tidak termasuk di sini.
Sebelumnya akan coba dianalogikan sebagai berikut :
Perusahaan membayar kepada Youtube untuk beriklan, pengguna youtube diarahkan untuk membayar agar menyembunyikan iklan, kemudian youtube menternak para content creator dengan membayar sejumlah uang kepada mereka, agar orang-orang selalu menggunakan youtube, tetapi ini bukan tentang Youtube.
Ini tentang menjadi “The Connector”, anak-anak Gen-Z mengistilahinya dengan “Affiliator”, bahasa lain yang lebih mudah dimengerti adalah “Makelar” atau “Calo”. Model bisnis seperti ini pada faktanya jauh lebih profit dibandingkan menjadi “penjual” atau “pembeli”. Bayangkan, penjual membutuhkan sejumlah uang untuk memproduksi barang jualannya, pembeli juga membutuhkan sejumlah uang untuk membeli barang yang diinginkannya, tetapi “makelar” mungkin juga membutuhkan modal berupa uang, jelas tidak sebanyak pembeli atau penjual melainkan sedikit, namun bisa menghasilkan profit yang juga besar, tanpa modal yang besar. Ternyata menjadi “The Connector” antara pembeli dan penjual, mempertemukan antara pembeli dan penjual, mempertemukan antara yang memiliki dan yang membutuhkan, adalah model bisnis yang paling besar profitnya.
************************
Masih terkait dengan yang memiliki dan yang membutuhkan. Di dalam agama ini dikenali sebuah istilah yaitu “Sirrur Asror”, rahasia dari segala rahasia di mana hanya pelaku yang mengetahui niat dan tujuannya. Asror yaitu “hubungan”, dalam cakupan antara dirinya dengan Allah.
Betapa banyak di antara kita yang beribadah, beberapa di antara kita merasa sedang berhubungan dengan Allah, namun menjadikan Allah hanya sebagai “makelar” antara dirinya dan perihal urusannya terkait dunia. Misal dia memiliki keinginan dunia dan dia melibatkan Allah sebagai “makelar”, misal dia cinta dengan seseorang di dunia, dia menginginkan seseorang yang dicintainya itu, lalu dia libatkan Allah sebagai “makelar” yang diistilahinya dengan berdoa.
Sebenarnya orang-orang yang seperti ini bisa diartikan tidaklah menginginkan Allah, melainkan dia menginginkan dunia, namun dia melibatkan Allah hanya sebatas sebagai “perantara” untuk keinginan dunianya. Padahal ini keterbalikan, yang mana seharusnya kita manusia menjadikan dunia ini sebagai alat, sebagai konektor, karena keinginan kita untuk memiliki “koneksi” dengan Allah.
Pastikan kita menggunakan dunia, menjadikan dunia ini sebagai fasilitas, alat, dalam rangka kita memiliki hubungan dengan Allah. Bukan sebaliknya menjadikan Allah hanya sebagai “makelar” demi terhubungnya kita dengan perihal dunia.
..Wallahu a’lam..