Ada sebuah cerita, antara dua Ulama Besar zaman ini, yaitu Masyaikh Al Bakr (Arab Saudi), dan Masyaikh Al Arnauth (Suriah). Keduanya telah meninggal dunia. Rahimahullahu Ta’ala.
Pada suatu waktu Syaikh Bakr ingin menemui Syaikh Al Arnauth, seorang Ulama Besar dengan ilmu yang sangat luas, dari Suriah.
Syaikh Bakr melakukan safar ke Suriah untuk berkenalan dengan seorang Alim, melakukan silaturahmi secara langsung. Sesampainya di Suriah, dimuka di rumah Syaikh Arnauth, beliau kaget, karena rumah beliau sangat memprihatinkan, rumah kecil yang sudah tua dengan kayu kayu lapuk, Syaikh Bakr (yang hidup cukup di jamin pemerintah Saudi) tidak menyangka bahwa seorang Ulama Besar kaliber Syaikh Arnauth tinggal dan hidup sederhana di rumah sebagaimana yang disaksikannya.
Syaikh Bakr kemudian menaiki tangga yang sudah tua dan lapuk, beliau sesekali terlihat takut kayu tangga yang diinjaknya, retak, atau patah. Sesampai keduanya bertemu, berkenalan dan berbincang bincang dengan adab yang luar biasa, lantas Syaikh Bakr bertanya kepada Syaikh Arnauth kenapa beliau tinggal dirumah yang demikian?, hal ini kemudian dijawab Syaikh Arnauth bahwa beliau merasa cukup dan baik baik saja dengan hidupnya, beliau nyaman, tenang, dirumah sederhana yang cukup baginya bisa murajaah, meneliti islam, menulis, mengajar, ibadah, dan tempatnya beristirahat.
Syaikh Bakr berkata bahwa dia ingin lebih intens mengetahui dan terlibat perkembangan Islam di Suriah. Syaikh Bakr meminta pertolongan agar dicarikan sebuah rumah yang layak di pinggiran Suriah, agar menjadi tempat tinggalnya selama beliau berada di Suriah. Hal ini ditanggapi oleh Syaikh Arnauth, dan disanggupi.
Singkatnya, setelah keduanya berpisah, setelah beberapa bulan kemudian, Syaikh Arnauth mengabarkan bahwa beliau sudah mendapati rumah yang kira kira cocok untuk Syaikh Bakr. Jika Syaikh Bakr setuju, Syaikh Arnauth akan membelikannya dari harta yang dimiliki ditambah dengan harta zakat mal lain (dimana sedekah kepada Ahli ilmu adalah salah satu target sedekah dengan keutamaan sangat besar).
Singkat cerita, mereka berdua bertemu kembali di Suriah, dan mengecek rumah tersebut. Keduanya kemudian mendatangi rumah tersebut, sebuah rumah cukup mewah di pusat kota, rumah baru, dengan parkiran yang cukup luas, rumah tingkat, dengan kamar mandi bagus dan bersih dengan bathtub, ruang tamu yang luas, ruang untuk majelis, ruang rak rak buku, ruang meja kerja, area kebun, outdoor untuk bersantai dengan view yang indah, bahkan terdapat kolam renang kecil. Syaikh Arnauth mengatakan bahwa besar harapannya bahwa Syaikh Bakr menyukai dan cocok dengan rumah tersebut (jika setuju maka Syaikh Arnauth akan membelikan untuk Syaikh Bakr).
Syaikh Bakr sangat takjub dengan rumah tersebut, tentu beliau sangat menyukai rumah tersebut, setuju dengan rumah tersebut (beliau sudah berniat dari awal untuk membelikan / bersedekah sebuah rumah kepada Syaikh Arnauth yang tinggal dirumah tua dan tidak jauh dari layak). Kemudian Syaikh Bakr setuju dan mengatakan akan membayar rumah tersebut. Hal ini ditahan oleh Syaikh Arnauth karena beliaulah yang berencana membelikan rumah tersebut untuk Syaikh Bakr.
Setelah beberapa saat terjadi saling tahan dan saling berebut ingin membayar. Syaikh Bakr menyerahkan kunci rumah tersebut untuk Syaikh Arnauth. Hal ini masih ditolak dan berat diterima oleh Syaikh Arnauth, karena niat beliau sebuah momen langka, membelikan (bersedekah) untuk seorang Alim Ulama Besar berupa rumah mewah yang bisa menjadi asbab melancarkan dakwah seorang, dan besarnya pahala jariyah dari yang demikian.
Syaikh Bakr meyakinkan Syaikh Arnauth untuk menerima rumah tersebut, karena dirinya yang lebih memerlukan dibanding diri sendiri. Syaikh Arnauth lebih layak terhadap rumah tersebut, area parkir yang luas, ruang tamu, ruang majelis, ruang perpustakaan, untuk menyimpan kitab dan karya karya tulis beliau, rumah yang layak untuk menerima kedatangan murid atau orang orang yang ingin belajar, membutuhkan beliau, untuk kelancaran dakwah seorang Ulama besar, untuk maslahat umat, dan lainnya.
Karena tidak bisa lagi memberikan alasan penolakan, kemudian rumah tersebut diterima oleh Syaikh Arnauth, untuk kemudian beliau selanjutnya tinggali dan beraktivitas disana.
Ada banyak sekali fawaid yang bisa kita dapat pada tauladan Ulama Besar.
Kisah sejenis juga banyak kita temui diimplementasikan oleh Syaikh Bin Baz Rahimahullahu Ta'ala, yang hidup dalam kesederhanaan, beliau yang diberi “cek kosong” oleh Pemerintah Saudi untuk menjamin kesejahteraan hidup dan aktivitas beliau, tetap hidup sangat sederhana, di kamar mungil tempatnya sekedar bisa tidur, bernaung, dan beristirahat. Beliau memilih bersedekah dengan membangun kompleks, kamar kamar untuk murid murid beliau dari belahan dunia yang datang dan ingin belajar kepada beliau, menyediakan (prasmanan) makan siang, nasi kotak, paket makan siang, makan sahur dan berbuka, menyediakan perpustakaan, ruang baca, belajar, ruang aula yang nyaman untuk majelis, laundry, menyediakan / membagikan mushaf, dan berbagai kitab untuk dibaca, dipelajari, makan gratis bagi fakir miskin, kamar mandi umum, kran kran wudhu yang banyak demi kenyamanan, air bersih, kamar mandi, dan lainnya. Setiap bulan beliau mengisi “cek kosong” dari pemerintah Saudi dengan nominal setara biaya biaya tersebut, tanpa sedikitpun berlebih untuk pribadi beliau, kecuali untuk sekedar cukup.
..Wallahu a’lam..