...

Sekolah

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Salah satu propaganda yang sebagian besar dari kita tidak sadari adalah tentang “sekolah”.  Apakah kita sadar bahwa selama ini kita kadang membenarkan sesuatu yang salah, dan menyalahkan sesuatu yang benar, mencari kebenaran berdasarkan konsensus, atau voting, atau opini orang awam, bukan berdasarkan fakta aktual, atau keputusan orang ahli.

Dari sebuah buku “Dumbing Us Down” yang ditulis John Taylor Gatto, mari kita bahas yang agak berat sedikit, agar kita mampu berpikir lebih kritis, dan tidak sekedar mengikuti arus yang sebagaimana sudah berjalan.

1. Sekolah itu seperti Penjara
Sekolah adalah sebuah nama yang baik untuk pengurungan terhadap keberagaman intelektual berpikir, yang membuat kita menjadi hipokrit atau patuh terhadap sebuah sistem yang telah ditentukan.

2. Sekolah itu Pengklasifikasian
Sekolah membeda bedakan kita secara kasta dimulai dari peng-kelas-an yang dimana level kecerdasan seseorang dinilai dari kelas kelas dan secarik kertas, dimana seseorang ini dianggap layak atau tidak layak, dianggap pintar atau dianggap bodoh oleh suatu sistem buatan. Yang dimana kita sebenarnya sedang dibuat seragam, yang dimana kita terlihat berbeda dari kebanyakan orang yang dibentuk oleh suatu sistem tersebut, kita akan dipisahkan dari suatu kelompok tersebut, dan dianggap tidak pintar, tidak divalidasi dengan secarik kertas tersebut. 

3. Sekolah itu Ignorance / Ketidak Pedulian
Sekolah mengajarkan kita untuk tidak peduli dengan kecerdasan lain, selain kecerdasan yang ditentukan dan diseragamkan oleh sistem tersebut, yang disebut dengan kecerdasan akademis. Dimana kita mengabaikan kecerdasan kecerdasan lain yang mungkin kita miliki, dan hanya fokus mengejar kecerdasan akademisi agar dianggap cerdas, dimana jika tidak cerdas akademisi, dan divalidasi secarik kertas itu maka kita dianggap tidak cerdas. Sekolah juga mengajarkan untuk menyelamatkan diri sendiri, tidak peduli, solve our problem, untuk menjadi siapa yang terbaik dari semuanya (Rangking Satu), atau lulus dengan grade nilai tertentu. Selain itu kita juga diharuskan mengikuti / menaati aturan buatan manusia yang ditulis teksbook dengan mengabaikan nurani atau perasaan kita dalam menyikapi apa apa yang terjadi disekitar kita. Dimana tidak selamanya mencontek itu salah, dan membantu temen itu selalu benar, tetapi disekolah kita diajarkan mencontek selalu salah, dan menyelamatkan diri sendiri adalah benar.

4. Sekolah itu Ketergantungan Emosional
Sadar tidak sadar, emosional kita, kepercayaan diri kita tergantung kepada nilai yang kita dapatkan dari secarik kertas, dan pintar tidak pintar kita digantungkan dengan gelar yang melekat. Padahal pada kenyataannya tidak selamanya secarik kertas, atau orang bergelar tinggi itu pintar dan juga sebaliknya, melainkan apa output tindakannya terhadap suatu perkara.

********

Sebenarnya masi banyak lagi jika ini kita terus bahas satu per satu, namun tentu akan panjang dan lebar sekali. Adapun pada kesimpulannya :

Orang orang yang beragam kepintarannya, kecerdasaannya, kemampuannya, ketika masuk ke gerbang yang bernama sekolah, maka orang orang ini akan diseragamkan keberagamannya menjadi 1 jenis kepintaran yang dikehendaki oleh suatu sistem bernama pintar akademisi, yang kemudian diakui dengan secarik kertas dan pemberian gelar, dan jika tidak maka tidak diakui dengan keterangan di kertas dan tidak diberi gelar.

Padahal diluar itu, ada banyak kecerdasan lain. Diluar IQ, ada kecerdasan EQ, SQ, VQ, dll. Padahal diluar kecerdasaan Matematika, Fisika, Kimia, ada kecerdasan Emosional, Logika, Olahraga, Seni, Pendengaran, Penglihatan, Visual, Non Visual, Spiritual, Rohani, dll. Dimana semua kecerdasan ini dimatikan dan tidak diakui, selain kecerdasan yang diberi validasi kertas dan gelar yang dibungkus dengan nama pintar / cerdas intelektual.

Padahal orang orang ini sebenarnya sedang diseragamkan pola pikirnya dengan sebutan lulus, pintar, gelar, untuk kemudian menjadi tiket masuk kepada sebuah sistem selanjutnya yaitu menjadi karyawan atau pegawai dari sebuah sistem tertentu, atau dipermanis dengan kasta tertingginya yaitu menjadi karyawan atau pegawai PNS, BUMN, yang mana ini sudah dianggap super keren. Padahal diistilah GenZ kita dapati sebenarnya, secarik kertas dan gelar ini adalah hanya tiket masuk kepada perbudakan koorporasi, atau “Budak Korporat”.

Padahal kita dapati pada faktanya, banyak orang orang yang bergelar atau tervalidasi dengan secarik kertas hasil sekolah ini, tidak lebih pintar, lebih cerdas, lebih sukses, lebih kaya, lebih bahagia hidupnya dibandingkan yang tidak bergelar.

********

Disclaimer, ini adalah resume singkat dari sebuah buku, yang ditulis oleh penulis diatas, untuk kita pahami bersama agar memiliki pemahaman yang lebih terhadap sebuah propaganda. 

Disclaimer, ini bukan berarti dipahami mari kita sama sama keluar dari sekolah, tidak perlu sekolahkan anak anak kita, mari kita boikot sistem pendidikan dll. Melainkan silahkan saja tetap belajar, tetap sekolah, tetap kuliah, tetap mencari ilmu, namun jangan gantungkan, nasib masa depan, dan kecerdasan, hanya pada secarik kertas dan gelar, karena faktanya tidak demikian. Melainkan silahkan saja tetap sekolah, karena memang kita telah pahami kini karena ada sebuah sistem yang mengatur ini, dimana jika kita tidak sekolah maka kita tidak bisa “kerja”, padahal walaupun faktanya tidak demikian. Silahkan saja tetap sekolah, tetaplah belajar dan miliki kecerdasan intelektual akademis, walapun semoga dari sini kita tau bahwa ada banyak kecerdasan lain, jika seandainya disisi akademis, kecerdasan kita tidak diakui oleh selembar kertas dan gelar.

********

Lantas, apa kaitan bahasan diatas dengan Aqidah, dengan Ibadah, dengan Agama kita.

Al jawab :

Seharusnya perihal Agama, perihal Aqidah perihal Ibadah, kita yang berbeda beda ini pola pikirnya, kecerdasannya, keturunannya, latar belakangnya, justru yang harus seragam ketika sudah mendapati Hidayah, mendapati Al Quran dan As Sunnah. Karena keseragaman pemahaman akan Al Quran dan As Sunnah inilah yang bisa membuat kita sukses yang sesungguhnya yaitu Surga, dan terhindar dari Neraka.

Bukan justru perihal kecerdasan Agama ini kita berbeda beda, sedangkan kecerdasan Dunia malah kita sibuk untuk diseragamkan.


..Wallahu a’lam..