“Sand”
Pada suatu ketika, ada seseorang yang sedang tersesat di tengah-tengah padang pasir. Karena sudah berhari-hari tersesat dan tersasar, dan tentunya kehausan dan kelaparan. Seseorang ini kemudian berdoa pada Allah, meminta makanan, meminta pertolongan karena perutnya juga sudah terasa amat sakit.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara, “Baiklah Aku akan sembuhkan penyakit dan memberimu makan, makanlah pasir dihadapanmu itu, perutmu akan kenyang dan sakit perutmu akan sembuh”. Kemudian, seseorang tersebut memakan pasir yang ada dihadapannya, lalu sesaat kemudian perutnya kenyang dan rasa sakit pada perutnya mendadak hilang.
Beberapa waktu kemudian, singkat cerita sudah keluar dari padang pasir tersebut, orang ini kembali mengalami sakit perut, karena dia ingat bahwa ketika memakan pasir perutnya sembuh, orang ini kemudian mencari pasir dan kemudian memakannya, dengan harapan agar sakit pada perutnya hilang. Namun apa yang terjadi, sesaat setelah memakan pasir tersebut, perutnya malah terasa semakin sakit. Diapun bertanya kepada Allah, “Ya Tuhan, kenapa perutku semakin sakit, padahal aku sudah memakan pasir ini?”
Tiba-tiba kembali terdengar suara, “Siapa yang mengatakan bahwa pasir itu bisa menyembuhkan? Yang menyembuhkan itu Aku, kau meminta padaKu untuk sembuh, maka Aku sembuhkan engkau dengan perantara pasir, sedangkan saat ini kamu tidak meminta kepadaKu, justru kamu berharap disembuhkan oleh pasir itu.”
Pesan moral dari cerita ini sangat baik, yaitu :
Minta dan berharaplah hanya pada Allah,
Bukan berharap kepada ciptaanNya.
Adapun pesan lain dalam cerita ini adalah buruk, “Hoax”. Karena Allah tidak pernah menjawab doa manusia berupa perbincangan langsung sebagaimana demikian, Allah tidak pernah memerintahkan memakan pasir sebagai obat sakit perut, cerita ini sepenuhnya adalah kebohongan.
Allah tidak bisa di takwil secara serampangan secara demikian, dianalogikan, diqiyas, diumpamakan sebagaimana cerita demikian. Tentu niat dari cerita ini adalah baik, di mana adalah perumpamaan yang tujuannya adalah agar kita meminta kepada Allah (saja), bukan berharap kepada mahkluk, namun perumpamaan yang demikian adalah perumpamaan yang buruk, tidak benar, salah dan juga terlarang. Allah bukanlah entitas untuk diperumpamakan, diqiyaskan seperti demikian, dianggap seperti sedang mengobrol langsung sebagaimana ngobrol dengan atasan ataupun teman, tidak pula Allah boleh diserupakan apapun atau dinarasikan dengan cerita apapun. Kecuali adanya dalil shahih yang mendasarinya, contoh : Siti Hajar yang menjejakkan kakinya ke tanah, atau dalil tentang air zamzam.
Dari cerita berikut sebagai contoh, kita semua menjadi tahu bahwa, pada dasarnya kita senang akan cerita, dongeng, dibohongi, padahal cerita itu tidak nyata, tidak benar, bahkan cerita bohong.
Dari cerita berikut, diharapkan kita semua menjadi paham, bahwa niat baik dalam rangka agama ini, bahkan dalam rangka tauhid, dalam rangka ketaatan kepada Allah tidaklah cukup, bahkan salah, tidak benar. Pastikan ada dalil-dalil shahih, kebenaran, cerita dan metode dakwah yang benar dalam rangka tauhid, ataupun dalam rangka ketaatan kepada Allah.
Dari cerita berikut, kita diharapkan menjadi peka, bahwa ada beberapa ustadz yang melakukan hal demikian, mungkin karena diawali niat baik, beberapa dari mereka bercerita tanpa landasan dalil, mereka berdongeng, mereka membohongi umat, dengan cerita-cerita bohong, perumpamaan atau analogi yang sesat, terlebih apabila mengumpamakan menyerupakan Allah dengan mahkluk, mengqiyaskan Allah dengan makhluk, termasuk mereka mentakwil nama-nama dan sifat Allah, padahal Allah tidak-lah sebagaimana demikian, padahal dakwah dalam rangka agama ini tidaklah demikian, padahal terkait agama ini, bukanlah diawali atau dengan metode niat baik, asalkan baik, melainkan terkait dakwah dalam rangka agama ini, terkait agama Allah, terlebih terkait dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah, haruslah dengan niat, cara, metode yang benar, dengan landasan dalil-dalil yang shahih, jelas, jernih, murni, dan clear. Bukan, cerita dongeng, suatu hari di padang pasir.
..Wallahu a’lam..