...

Salah Paham Madzhab “Wahabi”

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Setelah pada pembahasan sebelumnya, kita bahas kekeliruan sebagian besar saudara kita Kaum Muslimin yang menanggap Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab Rahimahullah yang bermanhajkan salafush shalih, memegang Al Quran dan As Sunnah, diafiliasikan dengan Abdul Wahab Bin Rustum laknatullah yang berpemahaman khawarij, pemberontak, pembunuh Kaum Muslimin.

Kini, mari kita lanjutkan.

*****

Lantas jika memang Islam itu satu,

kenapa ada 4 Madzhab?
kenapa ada 4 Guru Besar?
kenapa ada 4 Pemahaman Besar ?
kenapa ada 4 Perbedaan?

Kita lihat ke atas, ke mula, ke zaman Rasul dan Para Sahabat, dimana pertama-tama perbedaan itu ada dan berasal. Ternyata kita dapati :

1. Perbedaan Bacaan Kala Tahajud.
Umar pernah berbeda dengan Abu Bakar kala melaksanakan shalat malam, Umar yang Jahr dengan maksud membangunkan orang orang agar shalat malam, dan Abu Bakar yang Sirr dengan maksud agar menjaga keikhlasan, menjaga kekhusuan, yang kemudian mereka tanyakan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, dimana keduanya dibenarkan oleh Nabi.

2. Perbedaan Menyikapi Rampasan Perang.
Sahabat pernah berbeda mengenai rampasan perang, ada yang langsung disedekahkan, ada yang digunakan, disimpan di Baitul Maal. Ternyata mereka belum datang kepada sebagian mereka informasi bahwa harta dikumpulkan dahulu di Baitul Maal.

3. Perbedaan Shalat Ashar.
Nabi ﷺ pernah bersabda kepada sahabat pada saat menempuh suatu safar, bahwa “jangan kalian Shalat Ashar sebelum kalian sampai ditujuan” (disebuah tanah lokasi perang yang Allah Ridhai). Sebagian sahabat yang sudah sampai dilokasi melakukan Shalat Ashar di lokasi, adapun sebagian sahabat yang belum tiba, tidak terkejar waktu, mereka melakukan Shalat Ashar diperjalanan.

4. Perbedaan Isbal
Sahabat didapati tidak ada yang Isbal, karena tau ancaman haramnya hal ini, tetapi ada juga didapati yang Isbal, bukan karena sombong, bukan karena tidak patuh, tetapi karena celananya / kainnya melorot. 

Dan banyak contoh lagi lain yang tidak muat kalau semua saya tulis disini. Dimana dari empat contoh diatas, kita yang thulab yang mempelajari agama ini, akan ketahui bahwa perbedaan itu ada pada ranah Fiqh.

Pemahaman Fiqh tentang shalat malam, yang ternyata keduanya dibenarkan Nabi. Pemahaman Fiqh muamalah rampasan perang yang ternyata belum sampai informasinya. Pemahaman Shalat Ashar di lokasi yang dipahami dan dilaksanakan berbeda, yang sudah sampai shalat di lokasi, yang belum sampai shalat diperjalanan. Pemahaman tentang isbal yang bukan berbeda melainkan karena faktor individual yang celananya melorot.
___

Adapun, 

Ketika kita melihat dari awal, mula, Para Sahabat tidak ada yang berbeda dalam pemahaman Aqidah. Semua sahabat sama memahami bahwa Allah Diatas Arsy, Allah satu-satunya Pemberi Rizki, Allah punya Tangan, Allah Turun kelangit dunia pada sepertiga malam, dll. Tidak ada satupun sahabat yang berbeda dalam memahami Allah dimana-mana, rejeki didapat karena si A si B bukan karena Allah saja, tidak ada yang berbeda memahami Allah tidak turun ke langit dunia, Allah tidak punya tangan dll.

Dari sini kita ketahui bahwa fiqh pada situasi dan kondisi tertentu bisa saja berbeda, sedangkan Aqidah tidak boleh ada perbedaan, melainkan harus / wajib sama.

Dimana ketika kita melihat 4 Ulama Besar, 4 Imam Madzhab ini, berbeda pada urusan Fiqh, adapun pada ranah Aqidah tidak ada yang berbeda dari mereka semua, melainkan satu / melainkan sama. Dimana, ketika berbeda di perihal Aqidah, dimana jika baru dalam memahami Aqidah, dimana berbeda dari Rasul dan Para Sahabat memahami Aqidah, maka ini bisa keluar dari kebenaran, kufur.

********

Mungkin sebagian dari kita masih ada yang belum tau, lantas apa itu Aqidah? lantas kenapa Aqidah kok tidak boleh berbeda?

Aqidah adalah keyakinan, Aqidah adalah pemahaman didalam kepala, didalam hati, diucapkan lisan, dan dilakukan dalam perbuatan.

Aqidah itu ada dua, ada aqidah yang mengandung Tauhid ada yang bukan Tauhid

1. Aqidah yang Bertauhid
Kaum Muslimin wajib beraqidah yang penuh dengan Tauhid, bahwa Allah satu satunya dzat yang sembah, Rasul adalah utusan Allah, cara beribadah satu satunya yang diterima adalah yang telah lengkap dituntunkan, bukan ibadah baru. Allah itu benar diatas Arsy, Allah itu benar turun ke langit dunia, meyakini Kitab Allah, meyakini Al Quran adalah perkataan Allah, mengimani malaikatNya, hari akhir, takdir, dll. 

2. Aqidah yang Bukan Tauhid
Sebagaimana Kaum Kafir Quraisy, Nashoro, Yahudi, Majusi, Musyrikin, dll, yang Aqidahnya bukan tauhid, mereka meyakini Allah tetapi menyembah kepada yang lain, mereka meyakini Allah tetapi ada berhala-berhala, mereka meyakini Tuhan, tetapi Tuhan ada 3, mereka meyakini Tuhan, tetapi Tuhan punya anak, dll. Kemudian dimana sebagian saudara kita bahkan Kaum Muslimin meyakini ada Allah tetapi dimana-mana, Allah tidak turun, Allah tidak di Arsy, mencaci hujan yang diturunkan oleh Allah, ragu akan isi Al Quran, ibadah tidak sebagaimana tuntunan Nabi, keliru memahami takdir dll.

Maka, sangat luar biasa bahaya dan celaka, jika kita memahami aqidah ini dengan berbeda-beda, bisa keluar kita dari Islam, bisa kufur, bisa kafir, menolak atau memahami aqidah ini berbeda. Apalagi dengan alasan “Imam Madzhab saja berbeda beda”, padahal 4 Imam Madzhab besar itu sama dalam Aqidah, adapun yang berbeda adalah sebagian Fiqhnya, pada situasi dan kondisi tententu.

********

Sebagian dari mereka keliru memahami Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab, mereka beranggapan bahwa Syaikh ingin membuat Aliran ke 5, Madzhab ke 5. Padahal mereka keliru, dimana apa yang dibawakan, didakwahkan, diajarkan, diserukan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab, adalah apa yang beliau pelajari, dapati, pahami, dari guru-guru beliau yang mendengar, belajar, berguru, bermadzhab kepada Imam Ahmad Bin Hambal atau disebut Madzhab Hambali. Mereka lupa jika mereka mau saja melihat, bagaimana ajaran beliau, pendapat beliau, pemahaman beliau, adalah sebagaimana pemahaman yang beliau dapat dari Imam Ahmad bin Hambal (Madzhab Hambali). Bagaimana mungkin mau disebut membuat aliran baru ke 5, Madzhab baru ke 5, sedangkan yang didakwahkan beliau adalah yang beliau dengar, pelajari, dan pahami dari Imam Ahmad bin Hambal.

********

Tidak salah, tidak keliru, tidak sesat, jika seorang Alim Besar, Ulama Besar, tetap bermadhzab terhadap gurunya, justru akan keliru, jika dia paham agama ini tanpa guru, (tanpa madzhab). 

Sebagaimana Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab, beliau bermadhzab kepada Imam Ahmad bin Hambal. 

Sebagaimana Syaikh Albani, disebutkan oleh Syaikh bin Baz, seorang Alim Ulama, tokoh besar, bahwa “Tidak ada manusia dikolong langit saat ini yang memiliki ketinggian ilmu Hadits selain Syaikh Albani”. Dimana Syaikh Albani ini taklid kepada Imam Muslim.  Dimana pernah pada suatu ketika Syaikh Albani sedang menelusuri dalam penderajatan Hadits dan kemudian buntu, Syaikh Albani mendapati Imam Muslim menshahihkan Hadits yang sedang diteliti, maka Syaikh Albani tanpa ragu ragu beliau taklid kepada Imam Muslim, dan menuliskan bahwa Hadits ini shahih, dishahihkan oleh Imam Muslim. 

Darisini kita tau bahwa memahami agama ini memang haruslah bermadzhab, mendengar dari, belajar dari, memahami dari, justru akan berbahaya jika agama ini dipahami tanpa guru, tanpa sanad ilmu, alias menurut pemahaman sendiri. Darisini kita tau bahwa taklid kepada guru adalah tidak mengapa, adapun yang tidak boleh adalah taklid buta dimana jika ustadz A berbicara maka A sampai Z pasti benar semua. Ini tentu keliru. Menggantungkan kebenaran tergantung tokohnya, asalkan tokohnya yang berbicara pasti benar, ini yang berbahaya.

*****

Apa yang dialami, dijalani Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab, membawakan kebenaran, disaat fitnah luar biasa besar mengghinggapi Kaum Muslimin kala itu. Ini sangat mirip dengan apa yang terjadi pada Ulama Besar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang Alim Ulama besar selama 100 tahun di era hidup beliau tersebut Kaum Muslimin sedang dilanda fitnah besar taklid buta terhadap Madzhab, fitnah Asy’ari’ah fitnah Mulazilah, fitnah qalam islam, fitnah filsafat. Beliau tampil sendirian mendakwahkan kebenaran, beliau berdiri sendiri diatas kebenaran, walaupun sampai beliau dipenjara, dan wafat di dalam penjara, dimana kitab kitab yang beliau tulis selama dipenjara, itulah yang kita baca, kita sadur, kita jadikan referensi ilmu, dalam memahami agama ini sebagaimana kebenaran itu sendiri yang harusnya satu, yaitu sebagaimana apa yang diajarkan Nabi shallallahu alaihi wasallam dan dipahami Para Sahabatnya, dipahami generasi generasi terbaik Kaum Muslimin, generasi Salafush Shalih, yang dimana dijalan itulah kita seharusnya mengikuti dan menyusurinya, jika ingin selamat.


..Wallahu a’lam..