Kita lanjutkan perihal pemahaman mengenai pertanyaan yang dibenarkan didalam agama.
Setelah kita membahas apa pertanyaan yang haram, yang bid’ah, yang dilarang, yang tidak boleh, juga pertanyaan pertanyaan model kaum kafir quraisy, kaum yahudi. Kini kita bahas pertanyaan yang boleh atau pertanyaan yang halal.
Setelah sebelumnya kita bahas, bahwa pertanyaan yang halal, yang boleh, adalah pertanyaan yang tulus, benar-benar ingin tau, ingin belajar, ingin mengerti, ingin paham, ingin mengamalkan, dan mengharapkan Surga. Bukan pertanyaan pertanyaan yang mempertanyakan syariat, menguji, “ngetes”, ataupun berdebat, menolak, juga membantah. Kini ada satu lagi pertanyaan yang halal, atau boleh, yaitu pertanyaan dari guru ke muridnya, pertanyaan dari yang mengerti kepada yang belum mengerti, pertanyaan di khalayak ramai dalam rangka memahamkan khalayak ramai yang belum paham menjadi paham.
*****
Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata :
“Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata, “Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab, ”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.” Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?” Nabi menjawab, ”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”, Nabi menjawab, ”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.” Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab, ”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda, ”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” (Muslim, no.8)
Diriwayatkan didalam hadits yang shahih, dan ini yang wajib kita yakini bahwa, Malaikat Jibril pernah hadir ditengah-tengah Rasul dan Sahabat dengan berpenampakan seperti seorang laki-laki yang gagah, kemudian Malaikat Jibril (Guru) bertanya kepada Rasulullah (Muridnya) dihadapan para sahabat lain agar menjadi ilmu untuk yang lain, yang hadir di majelis (suatu perkumpulan) tersebut.
Maka dari sini kita pahami, bahwa selain murid yang bertanya kepada gurunya dengan pertanyaan yang baik, sopan, tulus, benar benar ingin tau, tidak mempertanyakan syariat, tidak menguji, tidak berdebat, tidak menolak, dimana gurupun halal bertanya kepada muridnya, dimana bertanya dihadapan khalayak ramai untuk memahamkan yang lain adalah halal.
___
Selain itu, mari kita bahas beberapa kaidah dan fawaid, serta hikmah dari hadits tersebut diatas.
1. Islam adalah syahadat (bertauhid, mengakui dan menjalankan syariat dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam), shalat (5 waktu), puasa (ramadhan), zakat (apabila harta diatas nisab), dan haji (jika mampu), atau kita kenali dengan rukun Islam. Maka seseorang secara hakikat Islam jika dia mengamalkan dengan yakin ke 5 syariat agama ini. Adapun Islam hanya sekedar catatan administratif (KTP), hanyalah pengakuan, hanyalah pakaian, maka seseorang ini pada hakikatnya belumlah memeluk Islam dengan benar.
2. Iman adalah meyakini benar tentang Allah, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, rasul-rasul Allah, hari akhir, dan takdir Allah.
3. Ihsan adalah hendaknya kita beribadah (shalat, puasa, dll) kepada Allah seakan akan kita melihat Allah, dan jika tidak sanggup / tidak mampu, yakinilah sesungguhnya Allah melihat dirimu.
Islam, belum tentu beriman, betapa banyak yang shalat, puasa, zakat, haji tetapi tanpa diiringi Iman. Iman belum tentu Ihsan, karena betapa banyak yang beribadah dan beriman, tetapi dia belum melakukannya seolah dia berhadapan dengan Allah, atau jika tidak bahwa Allah sebenarnya sedang melihat dia.
Islam adalah keharusan (wajib), begitu pula Iman adalah harus (wajib), jika tidak maka kita berdosa (haram). Namun perkara Ihsan, tidak harus (tidak wajib). Karena jika Ihsan adalah harus atau wajib, maka akan banyak sekali kaum muslimin yang jatuh kepada keharaman, karena tiap tiap ibadah yang kita lakukan seakan kita sedang melihat Allah, berhadapan dengan Allah ini sulit, tidak selalu bisa, kadang bisa kadang tidak.
Sebaliknya, seseorang yang sampai pada level Ihsan, maka otomatis dia pasti Beriman, maka otomatis dia pasti Islam. Semoga kita semua terus istiqomah dalam Islam, Iman, dan sampai pada level Ihsan, dimana peribadahan kita (tulus / khusyu) seakan kita sedang melihat/dilihat Allah. Bukan karena dilihat manusia.
..Wallahu a’lam..