...

Pertanyaan Bid’ah

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Bukan hanya peribadahan yang ada bid’ah, pertanyaan pun ada yang bid’ah. Bukankah bid’ah itu pada perkara ibadah maghdah? Dan pertanyaan itu bukanlah bagian dari ibadah? 

Maksud bid’ah disini tentu bukan ibadah baru, melainkan sesuatu yang baru yang dimana Para Salafush Shalih tidak mengenal itu. Maksud disini adalah pertanyaan / bertanya dalam rangka agama atau ibadahpun ada tata caranya, ada ilmunya, tidak asal pertanyaan / asal bertanya.

*****

Pertanyaan itu ada tiga jenisnya, dimana keduanya bid’ah, dan hanya satulah yang benar. Akan kita bahas dibawah ini, agar Insya Allah memiliki pemahaman tentang ilmu bertanya yang baik.

1. Pertanyaan Model Kaum Kafir Quraisy
Kaum ini dihadapi oleh Rasul dan Para Sahabat kala itu. Kaum ini kerap bertanya dengan maksud membantah dan menolak, Kaum ini bertanya, namun bukan karena ingin tau dan ingin menerima kebenaran, melainkan ingin menolak. Hati-hati jika kita punya ciri-ciri yang demikian.

Kaum ini pernah datang ke Nabi ﷺ dengan membawa tulang belulang manusia, dan bertanya, “katakan padaku / kami, bagaimana kelak Tuhan akan menghidupkan kembali tulang belulang ini?”

Kaum ini bertanya, bukan dengan maksud untuk menerima kebenaran bahwa kelak manusia akan dibangkitkan kembali berdasarkan jasadnya, bukan ruhnya. Melainkan mereka meledek, menghina, sekaligus menyampaikan penolakan bahwa tidak mungkin tulang belulang seperti ini akan utuh kembali ketika dibangkitkan.

2. Pertanyaan Model Kaum Yahudi
Kaum ini juga dihadapi oleh Rasul dan Para Sahabat kala itu. Karakteristik Kaum ini ketika bertanya adalah dengan maksud menguji, atau ngetes. Jangan lupa bahwa Kaum Yahudi adalah Kaum yang Alim (berilmu), mereka pintar, pandai, cerdas, tau, paham, tetapi tidak mau mengamalkan. Hati-hati jika kita memiliki ciri-ciri yang demikian.

Kaum Yahudi kerap bertanya tentang ilmu yang mereka sudah tau, dengan maksud menguji Nabi ﷺ. “Tanyakan pada Dia (Muhammad), jika dia jawab A maka dia bukan Nabi, jika dia jawab B maka dia Nabi”. Bayangkan, Kaum ini tau bahwa Nabi akan menjawab apa, dan yang bukan Nabi akan menjawab apa, tetapi percuma, dijawab apapun mereka tetap tidak akan menerima Islam, mereka tidak akan beriman, mereka tetap tidak akan mengamalkan. 

Abdullah bin Salam seorang Alim dari Kaum Yahudi pernah bertanya kepada Nabi ﷺ, apa ciri-ciri besar kiamat (ada di Taurat, kenapa anak kadang mirip ayah kadang mirip ibu (ada di Taurat), dan apa makanan yang akan dihidangkan bagi penghuni surga (ada di Taurat). Pertanyaan ini dijawab dengan sempurna oleh Nabi ﷺ (padahal beliau tidak tau, tidak berilmu, dan tidak bisa baca). Namun karena Abdullah bin Salam ini sudi diberi Hidayah oleh Allah ﷻ kemudian dia tercengang mendengar jawaban Nabi dan akhirnya mengakui Nabi ﷺ, dan masuk Islam.
___

Fawaid selanjutnya.

Perihal Yahudi diatas, Abdullah bin Salam tokoh besar Yahudi yang akhirnya masuk Islam ini, meminta Nabi ﷺ untuk merahasiakan keislamannya, karena ingin tau apa reaksi dari Kaum Yahudi yang lain ketika tokohnya bersyahadat dan masuk Islam. 

Kata Abdullah bin Salam, “Tanyakan pada Umatku (Yahudi) apa pendapatnya tentangku” maka ditanyakan oleh Nabi ﷺ, kepada Kaum Yahudi yang dijawab Abdullah bin Salam adalah orang terbaik, orang pintar, orang alim, dari keluarga terpandang, dan seterusnya. Kemudian, muncullah Abdullah bin Salam kehadapan kaumnya dan menyatakan bahwa dia telah masuk Islam. Apa reaksi Kaumnya? Kaumnya seketika 180 derajat mencaci maki, merendahkan, menghina, menganggap bodoh, Abdullah bin Salam.

Disini dipahami bahwa karakteristik Kaum Yahudi adalah mereka berpendapat sesuka hati mereka, bukan karena landasan kebenaran / fakta. Jika mereka suka mereka akan puji-puji, jika mereka tidak suka mereka akan hina-hina, terlepas dari apa kebenaran / fakta aslinya. Disini berhati-hatilah jika kita punya ciri-ciri “like or dislike”. Karena like or dislike ini adalah salah satu ciri-ciri Yahudi, mereka suka atau tidak suka, sesuka hati mereka, bukan karena landasan kebenaran / fakta.
_

Lain halnya dengan Kaum Muslimin. Mereka suka atau tidak suka, karena berlandaskan kejujuran, karena berdasarkan kebenaran. Apabila benar maka mereka dengan jujur suka, apabila tidak benar maka mereka dengan jujur tidak suka. Mereka akan puji jika memang benar walaupun musuh, mereka akan cela jika memang salah walaupun saudara / keluarga.

Perawi Hadits, salah seorang guru dari Imam Bukhari dimana beliau merasa kecil dan minder dihadapan gurunya yang satu ini yaitu Ibnu Madini Rahimahullah, beliau Ibnu Madini pernah mensyarah Ayahnya sendiri. Ketika beliau ditanya bagaimana ayahnya (dalam ilmu sanad hadits) apakah tsiqoh, beliau dengan jujur menjawab “tidak”, dimana ayahnya memang lemah dalam hal periwayatan hadits. Darisini kita saksikan bagaimana seharusnya muslim jujur dan apa adanya ketika suka atau tidak suka melihat benar atau tidak benar, walaupun itu ayahnya sendiri.

******

3. Pertanyaan Model Sahabat (Muslim)
Karakteristik dari Sahabat, Kaum Muslimin dimana ini yang benar adalah, ketika mereka bertanya, karena mereka benar-benar ingin tau, benar benar ingin belajar, benar benar ingin mengamalkan, dan benar-benar ingin selamat.

Maka, (etika) ketika kita bertanya, pastikan karena kita ingin tau, dan bukan sekedar ingin tau, melainkan ingin paham, ingin belajar, ingin mengamalkan, dan benar-benar ingin selamat. Bukan sekedar iseng-iseng, sekedar ngetes, nguji, debat, atau dalam rangka menolak, membantah, merendahkan, menghina.

******

Adapun pada kesempatan lain, Insya Allah kita akan bahas, dimana orang yang sudah berilmu, pihak yang sudah berilmu, guru, bahkan malaikat Jibril, bertanya kepada muridnya, dimana Insya Allah akan kita bahas jawaban dan fawaid dari pertanyaan Malaikat kepada Nabi Muhammad ﷺ, dihadapan Para Sahabat, tentang apa itu Iman? apa itu Islam?


..Wallahu a’lam..