Sampah bagi sebagian orang, bisa menjadi harta bagi orang lain. Daun kering, pelepah kurma kering, batang batang pohon kering, yang terdapat tulisan dari potongan wahyu wahyu Allah, adalah harta bagi para sahabat, sedangkan bagi Non sahabat, itu semua tidak ada bedanya dengan sampah.
Sampah bagi sebagian orang, bisa menjadi harta bagi kita. Bisa secarik kertas, foto, baju, mainan, atau pajangan.
Seseorang yang kita anggap sampah, bisa jadi, menjadi harta bagi orang lain. Bayangkan mantan anak buahmu, orang orang sampah dimasa lalumu, bisa jadi dianggap harta bagi bos barunya, jadi orang tercinta dihidup orang lain.
Seseorang yang kita anggap, ngapain dipikirin, dibuang aja, dipecat aja, dicerai aja, namun tidak semudah itu bagi orang yang menganggap dia adalah seseorang yang berharga, ada nilai, ada value, ada makna, ada cerita, yang bagi sebagian lain menganggapnya sampah.
___
Ini bisa terjadi karena bagaimana secara umum bagaimana menilai hal tersebut, dan bagaimana kita menilai hal tersebut.
Ini perlu diketahui bahwa beda antara “Actual Value” atau nilai sebenarnya, dan “Perceived Value” atau bagaimana kita menerima hal tersebut sebagai sebuah nilai.
Maka, jangan lagi heran ketika ada seseorang yang galau, gagal move on, depresi, patah hati, separuh gila, terhadap seseorang. Sedangkan bagi orang lain buang saja, ceraikan saja, ganti saja, tukar saja, dll
Maka, jangan lagi heran ketika ada seseorang yang ditengah kesibukannya, kepadatan aktivitasnya, tugasnya, kelelahannya, anxietynya, dia bisa tetap bisa hadir di kajian ilmu, mencatat, mengikuti, dan mengamalkan. Sedangkan bagi sebagian lain, ya tidak meluangkan waktu, sibuk, bahkan tidak ada keinginan untuk menuntut ilmu.
Dengan memahami ini, kita langsung tau, bahwa seseorang ini memandang suatu berdasarkan actual value, atau perceived value. Kita langsung tau dan paham, kenapa Imam Bukhari, Imam Syafi'i dll, berjuang dalam mempelajari agama ini, dan sebagian lain sekedar nonton youtube / IG / FB, bahkan sebagian lain menilai bahwa perihal agama ini sama sekali tidak bernilai, misal para orang fasik, atau kafir.
Dengan ini, kita faham, kenapa perbedaan itu ada, karena dalam menilai, memahami, mengerti sesuatu, ada dua cara yaitu actual value, atau menilai berdasarkan actualnya saja, ini hanyalah sepotong pelepah kurma kering, ini hanyalah grup WA pada umumnya, ini hanyalah sampah. Atau perceived value, dimana menilai berdasarkan bagaimana dia menerima value dari sesuatu tersebut, ada hal sangat penting dari pelepah kurma tersebut, ada hal penting di barang tersebut, ditempat tersebut, pada diri seseorang tersebut.
Kesimpulannya, darisini kita semakin faham, bahwa pemahaman seseorang terbentuk dari cara apa, dan bahwa cara terbaik untuk memahami bukan hanya sekedar actual value, melihat sesuatu tersebut hanyalah pelepah kurma, tetapi juga mampu melihat dan memahami juga apa itu perceived value, melihat dan memahami kembali selain aktual benda, atau suatu objek tersebut, namun ada nilai apa, manfaat apa, harta apa dari seonggok pelepah kurma itu.
..Wallahu a’lam..