...

Pemilu

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Pemilu bukan kepanjangan dari “pemilihan umum”, melainkan “pelajaran melihat orang orang yang lugu”. Pada pemilu ini kita bisa saksikan dengan jelas mana orang-orang yang masih lugu dan tidak paham akan agama ini.



Pagi-pagi terdapat salah satu paslon mendatangi TPS bersama istri dan anaknya sambil senyum-senyum, lambaikan tangan, foto foto, dan terdapat salah satu anaknya (perempuan) tidak memakai hijab (kalau didalam islam sama dengan telanjang). Bagi yang sudah belajar tentu tau bagaimana dia mau menjadi pemimpin bagi suatu negeri, ketika bahkan memimpin keluarganya sendiri dia belum mampu. Ada viral status WA/IG yang kemudian banyak di repost di media, seorang ustadz yang katanya “salafi”, menyerukan untuk memilih paslon ini. Ada ustadz dengan jenggot panjang sedada yang orang-orang awam taunya ustadz ini “ustadz salafi” ternyata naik motor ke TPS untuk nyoblos dan pamer tinta dengan 1 jari. 

Siang-siang, ketika hasil quick count sudah rilis, salah satu timses paslon mengatakan bahwa terdapat  kecurangan, ini baru versi quick count, dll. Bagi yang sudah belajar tentu paham bahwa quick count itu adalah metodologi ilmiah (terukur) dimana tingkat akurasinya 95-98%. Hanya akan error pada kisaran di bawah 5%. Bagi yang sudah belajar, sudah punya pengalaman di pemilu sebelumnya pasti tau ini, bahwa siapa yang punya “logistik” maka dia yang (pasti) akan menang. Padahal sudah capek-capek menjadi saksi sampe pagi, ternyata yang menang sudah ditentukan sedari awal. Tentunya ini banyak potensial kecurangan, tapi ya dia tetap ikut juga di dalamnya. Ini sebagaimana orang-orang bodoh yang judi slot dan pasti kalah, tetapi orang orang ini tetap ikutan (masang) juga, lalu mengeluh ketika kalah, mengatakan bahwa terdapat kecurangan. Bagi yang membuka mata dan telinganya pasti tau faktanya bahwa pemilu ini adalah pemilu terunik didunia, dimana pemenangnya sudah diketahui bahkan sebelum pemilu diadakan, ini menurut beberapa tokoh politik Singapore, media Australia dan lainnya. Pasti tau, paham buat apa menabur garam dilaut, karena toh siapapun yang menang, dunia akan berputar ya “gini gini aja”, matahari terbit ya dari “timur ke barat juga”, alias sama saja. 

Menjelang sore, salah satu cawapres yang diam diam, plonga plongo, “sabar” ketika didzolimi (katanya), “rendah hati”, paling besar engagement dan paling menarik simpati generasi muda, ketika diinterview, sudah mulai kelihatan gesturenya berbeda, mulai kelihatan sombongnya, angkuhnya, arogannya, tidak ada etikanya, tidak sopan kepada wartawan/jurnalis, (bahasa tubuh tidak bisa berbohong), padahal bukan siapa-siapa dia kalau tidak ada nama besar bapaknya. Bagi yang belajar dan faham, tentu tau karakteristik ini pencitraan, dark triad, narsistik, psikopatik, dan machiavelianistik.

Sore-sore, belum valid pasti menang secara sah, salah satu paslon, sudah pidato kemenangan, sudah alhamdulillah, ini anugerah, ini berkah, ini rahmat, Allah kabulkan doa kita, ketika adzan malah joget joget dia, padahal disitu ada ustadz, ustadznya malah memimpin “al fatehah”,  dan sehabis itu lanjut joget joget lagi, Innanillah. Bagi yang belajar dan faham, tidak akan mau lakukan ini, memilih ini, atau berada didalam lingkaran ini.

Sore menjelang malam, mulai bertaburan Dalil Dalil, bahwa pemimpin cerminan rakyatnya, karena banyak rakyat buruk maka terpilihlah pemimpin buruk. Padahal kalau yang calonnya yang menang mendadak hilang dalil ini, lupa dia, tidak dipakai dalil di atas, melainkan dalil amanah, alhamdulillah, wa syukurillah yang dipakainya. Mereka menggunakan dalil yang jauh dari tafsir, mereka menggunakan dalil sekenanya, sekarepnya mereka.

Malam-malam, belum selesai proses demokrasi yang dielu-elukannya, dibanggakannya, belum ketauan siapa pemimpin secara sahnya, sudah mau demo dia, sudah mau jalur hukum dia, sudah mau melawan sistem yang dia ada didalamnya juga. 

Subuh-subuh, setelah semua ikhtiarnya sia sia, jadi saksi, mengawal TPS, mengawal kotak suara, kecapean sendiri, mereka tidak shalat subuh, ketiduran, atau ada sebagian yang shalat subuh namun dengan muka kecut, cemberut, karena tokoh thagut yang dielu-elukannya kalah suara, kalah quick count. Bagi yang belajar dan paham, tentu akan tau, bahwa apa niat dari ibadah dan muamalah orang orang seperti ini, apakah berharap wajah Allah, atau justru berharap kepada manusia, thagut, selain Allah (dimana dia pasti akan kecewa).



Sebagian besar, mayoritas dari mereka, khususnya saudara kita Kaum Muslimin, kita saksikan demikian, mereka melakukan ikhtiar salah, usaha yang salah, muamalah yang salah, bahkan dicampur dengan ibadah yang salah, jauh dari tuntunan, bahkan tidak ada tuntunannya, karena kebodohannya, karena tidak paham dia akan agamanya sendiri, tidak paham akan tauhid, tidak paham hakikat kehidupan akhirat, tidak paham dia akan hakikat kehidupan dunia ini. 

Semoga dari pemilu ini, menjadikan pelajaran bagi kita melihat mayoritas orang orang yang lugu (bodoh) ini, semakin yakin kita bahwa mayoritas bukan jaminan kebenaran, semakin yakin kita 1 dari 73 lah yang selamat. Dimana jika tidak termasuk yang demikian, tidak memilih, tidak berada didalam lingkaran yang demikian, menjadi minoritas yang benar dan paham tentang hal ini, menjadi minoritas yang yakin akan tuntunan Allah dan Rasulnya, maka bersyukurlah. Berharap kita agar Allah senantiasa memberi kita hidayah dan istiqomah kita diatas Tauhid dan pemahaman agama yang benar, selamat dari pemikiran pemikiran lugu, keliru, dan menyesatkan. Selamat sebagaimana orang orang yang memahami agama ini sebagaimana Rasul, para Sahabat, dan para Salafush Shalih.

..Wallahu a’lam..