...

Muflis

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

1. Muflis Secara Istilah : Bangkrut

 

Lalu siapakah orang-orang yang muflis (bangkrut) disini? 

 

Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat, (bertanya adalah salah satu metode dalam belajar mengajar). “Wahai sahabatku, siapakah orang yang muflis (bangkrut) itu?” Sahabat menjawab “Muflis adalah mereka yang tidak memiliki dinar atau dirham, mereka yang tidak memiliki harta.”

 

Kemudian jawaban ini dikoreksi oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya orang-orang yang muflis (bangkrut) ada 2 (dua) yaitu : (1) adalah umatku yang mendatangi padang mahsyar dengan bergunung-gunung pahala dan kemudian pahala tersebut diambil oleh orang lain, dimana orang-orang lain tersebut adalah pernah dicaci, dituduh, difitnah, dimakan hartanya, diambil haknya, ditumpahkan darahnya, dipukul, olehnya selama didunia, dan (2) umatku yang bermaksiat dikala sendirian."

 

Masih secara istilah disini,

 

1(a)

Muflis atau bangkrut dalam kacamata yang sesungguhnya ternyata bukanlah perkara dunia, bukan perihal dinar, dirham, harta, ataupun uang, dimana bangkrut uang sama sekali bukanlah kerugian dalam kacamata Islam, namun yaitu sesungguhnya adalah perkara akhirat, perkara pahala, dimana muflis bukanlah perihal bangkrut harta, namun bangkrut secara pahala, dimana orang yang diistilahi disini akan mendatangi akhirat dengan pahala yang habis diambil oleh orang lain.

 

1(b)

Muflis disini adalah istilah khusus bagi Kaum Muslimin (disebutkan “umatku”) bukan Kaum Non Muslim. Didapati umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam (Muslimin) tidak semuanya (Mukminin), akan ada diantara umat beliau Kaum Muslimin yang fasik, futur, fajir, ahli bid’ah, ruwaibidha, dan lainnya, juga diantaranya muflis. Dari sini kita pahami bahwa Umat Muhammad, Kaum Muslimin, bukan otomatis pasti Mukmin, melainkan akan ada umatnya yang sesat, menyimpang, tergelincir, bid’ah, ruwaibidha, fasik, futur, fajir, juga muflis, tidak semua beruntung, namun juga ada yang bangkrut, tidak semua langsung masuk surga, melainkan ada yang masuk neraka terlebih dahulu.

 

1(c)

Muflis disini disebutkan yaitu yang menzalimi “orang”, redaksi disini berarti global baik menzalimi Muslim maupun Non Muslim. Perihal muflis atau bangkrut disini, bukan hanya zalim kepada Kaum Muslimin, melainkan kezaliman kepada seluruh “orang”, manusia terlepas dari manusia itu Muslim atau Non Muslim.

 

1(d)

Muflis disini dipahami bahwa, orang-orang kafir masih bisa mengambil pahala kita di padang mahsyar kelak ketika dizalimi, dan dimana membuat orang ini bangkrut (pahala), adapun pahala di tangan orang-orang kafir kelak ketika ditimbang akan bernilai “Nol” seberapapun banyaknya pahala atau kebaikan mereka, karena tidak ada pahala bagi orang kafir, orang yang menolak Allah, dimana berapapun pahala dan kebaikan orang-orang kafir, tidak akan seimbang dengan betapa besar dosa kekufurannya, dosa kesyirikannya terhadap Allah.

 

1(e)

Muflis disini dipahami bahwa, selama ketika orang-orang Muslim di dunia berbuat kebaikan, bisa saja diterima dan mendapatkan pahala, adapun pahala dari ibadah apapun disini masih bisa dibangkrutkan oleh Allah kelak di padang mahsyar karena sebab diatas.

 

1(f)

Muflis juga termasuk dimana orang-orang yang melakukan dosa ketika bersendirian, orang-orang ini, Kaum Muslim ini, Umat Muhammad shallallahu alaihi wasallam ini juga terancam tidak selamat, bangkrut, bisa saja dari segala amalnya diterima dan berbuah pahala, namun datang ke akhirat dengan membawa pahala tetapi kehilangan pahala dari segala amal pahalanya, karena melakukan dosa dan kemaksiatan kala sedang bersendirian.

 

_____

 

2. Muflis Secara Definisi : Zalim

 

Diterangkan didalam tafsir dan penjelasan dari Alim Ulama, dari Fuqoha (Ahli Fiqh), Mufassir (Ahli Tafsir), Muhaddits (Ahli Hadits) bahwa arti muflis disini secara definisi, atau secara hakikatnya adalah orang-orang yang zalim.

 

Zalim sendiri itu ada dua (dua) yaitu :

 

2(a)

Zalim kepada sesama manusia, diantaranya disebutkan didalam redaksi dalil diatas yaitu mencela, memaki, mencaci, menuduh, memfitnah, merugikan orang lain, memakan harta orang lain, mengambil haknya, menumpahkan darah, memukul. Redaksi disini berlaku mahfum muwafaqah dimana redaksi-redaksi itu mewakili kezaliman-kezaliman lain, menampar, meludahi, mengejek, mencuri, merampok, korupsi, kolusi, atau kezaliman lain kepada manusia lain, walau tidak ada di redaksi hadits.

 

2(b)

Zalim kepada Allah, dengan redaksi “bermaksiat dikala sendiri”, maksud disini tentu bukan maksiat kepada manusia melainkan bermaksiat kepada Allah, dimana bermaksiat kepada Allah disini berarti zalim terhadap Allah. Dia shalat di hadapan manusia namun tidak shalat kala sendiri, dia menahan lapar/haus dihadapan manusia, namun diam-diam di kesendiriannya dia makan/minum di siang hari Bulan Ramadhan, dia sedekah dihadapan manusia, padahal dia riya’, dia seakan baik dihadapan manusia, dia zakat, haji, umrah, tawaf, sai, dzikir, shalawat, dan banyak beramal shalih (dimata manusia) padahal sebaliknya dia memaksiati Allah kala dia sedang sendiri.

 

Orang-orang demikian adalah orang-orang yang zalim, baik zalim (1)kepada manusia, baik zalim (2)kepada Allah, maka orang-orang demikian adalah orang-orang yang muflis (bangkrut), dia kelak mendatangi akhirat atau padang mahsyar dengan pahala shalatnya, puasanya, zakatnya, ibadahnya, yang dari ibadah itu diterima dan diganjar pahala oleh Allah, dan pahalanya sangat banyak diibaratkan bergunung-gunung, namun pahala orang ini diambil, hingga habis, miskin pahala, dan bangkrut di padang mahsyar kelak.

 

********************

 

Dari sisi Fiqh, maka kezaliman adalah Haram. Baik zalim kepada sesama manusia, kepada Allah, atau pada redaksi lain zalim kepada diri sendiri adalah Haram. Haram (dilarang) karena dari perkara ini kita diancam yang ujungnya adalah siksa Neraka.

 

********************

 

Dari sisi Tauhid, bagaimana dengan kita yang yakin akan hal ini? Dimana selama ini kita banyak berbuat zalim kepada manusia, kepada Allah, kepada diri sendiri, lantas buat apa kita shalat, puasa, zakat, ibadah-ibadah, jika hasilnya kita yakin bahwa kita akan bangkrut juga kelak di Padang Mahsyar?

 

Dari sisi Tauhid, tentu kita wajib yakini hal ini, namun bukan berarti dipahami dengan zalim kepada manusia, kepada Allah, lalu buat apa kita shalat, puasa, zakat, ibadah. Melainkan pahamilah dengan kita shalat, puasa, zakat, ibadah, dan janganlah zalim kepada manusia, janganlah zalim kepada Allah. 

 

Karena ancaman disini sangat amat luar biasa, dimana kita yang shalatnya sah, puasa, zakat, ibadahnya sah, shalatnya berpahala, puasa, zakat, ibadahnya berpahala, kita mendatangi padang masyar dengan bergunung-gunung pahala, namun akan diambil pahala-pahala kita, gunungan pahala itu akan hancur lebur menjadi debu-debu yang berterbangan di hadapan Allah, dan bangkrut. 

 

Dari sisi Tauhid dipahami bahwa jangan merasa aman dan berbangga dengan segala amal ibadah kita, dari shalat, puasa, zakat, haji/umroh, zikir, shalawat, baca Al Quran, sedekah, kita. Karena jika kita zalim, kita akan merugi, akan bangkrut dipadang masyar kelak.

 

Dari sisi Tauhid dipahami, jangan iringi Iman kita, ibadah kita, muamalah kita dengan kezaliman. Karena kita diancam dengan kebangkrutan kelak. Dimana kebangkrutan ini bukan perkara dinar, dirham, harta, bukan bangkrut di dunia, melainkan bangkrut di akhirat.

 

Lantas bagaimana jika kita selama ini, ketika hidup sudah zalim, sudah berbuat zalim kepada manusia, zalim kepada Allah? Maka bereskanlah ini ketika masih didunia, datangi orang yang pernah kita zalimi, minta maaf, minta ampun, ganti rugi walaupun itu dengan dinar dirham ataupun harta, atau bertaubatlah jika kezaliman itu kepada Allah. Karena jika sudah dipadang masyar kelak, yang kita serahkan sebagai balasan atas kezaliman adalah pahala ibadah kita, tidak berlaku lagi dinar ataupun dirham, dan kita menghadapi perhitungan timbangan amal mizan dalam bangkrut, rugi. Dimana ini sangat amat mengerikan.

 

********************

 

Bagaimana ciri-ciri muflis?

 

Orang-orang ini zalim kepada manusia, ataupun Allah, orang ini menghina, menggibah, merendahkan, melecehkan, memaki, merugikan orang lain dan seterusnya. Ini adalah ciri orang-orang yang muflis kelak. 

 

Orang ini zalim kepada Allah, dia bermaksiat kala sendiri, tentu kita tidak bisa melihat ini (karena orang orang ini melakukannya diam diam tanpa sepengetahuan kita). Adapun kita yang bisa mengendalikan diri agar tidak memaksiati Allah dikala bersendirian.

_

 

Bagaimana cara menghindarinya?

 

Belajar, menuntut ilmu, agar mengerti dan paham akan bahayanya muflis ini. Meminta maaf, meminta ampun, bertaubat, adalah cara lain untuk menghindari kebangkrutan kelak. Selalu mengikhlaskan diri dalam ibadah, bukan karena orang lain, bukan karena dilihat orang lain, selalulah ittiba dalam ibadah, melakukan ibadah sebagaimana tuntunan yang diajarkan, bukan karena manusia, bukan berharap dunia, dan ibadahlah karena berharap wajah Allah semata, mengiringi ibadah ikhlas dan ittiba ini dengan tidak zalim kepada sesama manusia ataupun zalim kepada Allah.

 

********************

 

Adapun kita juga diharamkan berputus asa atas rahmat Allah, kita tidak boleh berputus asa atas rahmat Allah. Karena rahmat Allah juga bisa menyelamatkan kita dari Neraka dan memasukkan kita kedalam Surga.

 

Adapun diriwayatkan, kelak ada orang yang mendatangi Allah dengan amal ibadah dan pahala yang bergunung-gunung, dan atas kebesaran Allah, bahkan pahala sebesar dunia dan isinya Allah hancur leburkan menjadi debu yang berterbangan, dan Allah tunjukkan ke Maha Kayaan Allah dimana pahala sebesar dunia dan isinya tak lebih dari selembar sayap nyamuk, tidak bisa amal ibadah kita membeli rahmat Allah untuk masuk Surga.

 

Adapun diriwayatkan, karena asbab rahmat Allah-lah kita bisa masuk kedalam Surga, bukan karena amal ibadah kita. Jika Allah sudi memberi rahmatnya, kita Insya Allah masuk Surga, sebaliknya jika Allah tidak berkehendak, tidak sudi, tidak menerima, maka masuklah kita kedalam Neraka.

 

Adapun kita tidak boleh berputus asa atas rahmat Allah, iringi ibadah dengan seimbang antara optimisme, harap, dengan rasa khawatir, rasa takut. Jangan sekali-kali merasa aman dengan amal ibadah kita, jangan pula mengiringi amal ibadah itu dengan kezaliman.

_

 

Saya tambahkan, bahwa amal ibadah/pahala bukanlah cara kita masuk Surga, melainkan masuk surga karena rahmat Allah. Bahwa besaran pahala yang kita bawa adalah menentukan ketinggian dan derajat dan Surga mana yang akan kita huni kelak, Insya Allah.


 

..Wallahu a’lam..