...

Missing Link Perbedaan Idul Adha

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Menentukan jatuh suatu hari, misal
1 Ramadhan;
1 Syawal;
1 Muharam;
Atau tanggal tanggal lain.

Ada dua metode perhitungan yang bisa dipakai, yaitu Hisab dan Rukyat Hilal. Tentu harus dipahami dahulu disini bahwa yang menghitung / melihat / menentukan adalah Ulil Amri, sebagaimana Dalil Dalil menyebutkan dan juga menghindari semua orang menghitung / melihat / dan menentukan. 

Penghitungan ini dalam rangka dunia bisa saja dipakai Ulil Amri untuk menentukan tanggal, adapun dalam rangka ibadah tentu dipakai untuk menentukan hari hari yang berkaitan dengan ibadah saja, misal 1 Ramadhan; 1 Syawal sebagaimana ini ada Dalilnya. Adapun penggunaan pada tanggal tanggal tanggal lain dalam rangka ibadah, tentu ini memerlukan Dalil yang berdiri sendiri, bukan Dalil Qiyas, dan bukan sembarang pakai.

*****

Dari pemahaman dan implementasi para sahabat (generasi terbaik yang dijamin Surga) kita dapati masa Sahabat yang hidup kurang lebih +/- 100thn setelah Rasul shallallahu alaihi wasallam wafat, 1 Ramadhan, 1 Syawal, pernah berbeda beda, karena Islam sudah tersebar ke beberapa Negara, dan Sahabat yang menjadi pemimpin Negara Negara Islam berbeda beda pula dalam melihat Hilal / menghitung Hisab. Maka dipahami 1 Ramadhan, 1 Syawal berbeda beda antar tiap negara tidaklah mengapa, tergantung ketetapan Ulil Amri di Negara tersebut. (Note : Ulil Amri tiap Negara Islam dibawah naungan Amirul Mukminin, Khalifah Islamiyah, dimana penerapan tanggal cukup dari Ulil Amri setempat, dimana berarti berbeda beda mengikuti Ulil Amri disini tidak mengapa).

Adapun untuk penetapan 1 Dzulhijah, 9 Dzulhijah, 10 Dzulhijah, tentu disini diperlukan Dalil. Dimana dari Dalil Al Quran; As Sunnah, riwayat riwayat hadits didapati dari Para Sahabat, pemahaman dan implementasi mereka tidak ada yang berbeda beda selama lebih dari +/- 100 tahun masa mereka hidup (100x Lebaran Idul Adha), walaupun mereka terpisah jarak, berbeda Negara, berbeda Zona waktu dll, mereka tidak berbeda beda, melainkan ikut kepada hari / waktu pelaksanaan Haji, waktu Wukuf, Hari Arafah, dan Hari Raya di Arab Saudi.

Semakin rajihnya presisinya pemahaman ini, adalah dengan didapatinya Hadits “Puasa Arafah-lah (pada hari Arafah) bagi Umat Muslim yang sedang tidak Haji / wukuf di Arafah (Baca : dimanapun / diseluruh dunia). Ingat redaksinya Hari Arafah, bukan Tanggal 9 Dzulhijah Dari sini seharusnya semakin paham lagi kita bahwa Hari Arafah tentu tidak akan berbeda beda, tidak seperti tanggal 9 Dzulhijah (yang kemungkinan berbeda beda tiap negara). Jika memang diperbolehkan untuk berbeda, maka perintah Hadits tersebut “Puasalah pada tanggal 9 Dzulhijah” (dimana ini berarti dibolehkannya berbeda sesuai tanggalan masing masing negara). Tetapi tidak, melainkan lafadznya adalah “Puasalah pada Hari Arafah”, ini jelas agar tidak berbeda beda antar negara, melainkan jadikanlah Hari Arafah sebagai patokan.

Maka disini jika kita ingin mengikuti pemahaman salaf, pemahaman Para Sahabat. Hari Raya Idul Fitri ikut dengan Ulil Amri setempat (berbeda beda) tidak apa apa, sedangkan Hari Raya Idul Adha ikut dengan ketetapan Hari / Waktu Arab Saudi.

*****

Kemudian didapati seiring zaman berganti, Islam semakin menyebar ke seluruh dunia, kebelahan Negara yang berbeda, dan terbatasi dengan teknologi, Para penerus sahabat yaitu Tabi'in dan Tabiut Tabi'in dibelahan bumi yang lain kesulitan tentang kapan Hari Arafah di Mekah, maka terbitlah Fatwa / Langkah (dimana Fatwa kita ketahui scoopnya terbatas), yaitu menetapkan tanggal 9 Dzulhijah, 10 Dzulhijah dipakailah metode Rukyat. Disinilah pertama kali didapati perbedaan Hari Arafah, Hari Ied.

Adapun seandainya waktu itu, informasi valid didapati, teknologi mumpuni, tentu para penerus Sahabat, Tabi'in, Tabiut Tabi'in, Para Ulil Amri dibelahan dunia yang jauh dari Arab Saudi tidak perlu bingung dan repot harus melihat Hilal. Melainkan tinggal ikut saja dengan ketetapan waktu di Arab Saudi.

Permasalahan selanjutnya, kita dapati kaidah bahwa Teknologi tidak mengubah Syariat, lantas bagaimana dengan karena teknologi dan informasi yang tidak mumpuni, dan karena sebab inilah pelaksanaan Puasa Arafah / Idul Adha menjadi berbeda beda?

Al Jawab : Kaidah diatas “Teknologi tidak mengubah Syariat” adalah hasil akhir dari rumusan berdasar Dalil Al Quran dan Al Hadits, Kaidah adalah cara mudah memahami syariat. Maka tidak ada yang salah dengan kaidah diatas.


Ada, tidak ada teknologi, tata cara / waktu Ibadah Haji, tetap sama saja, tidak berubah. Adapun teknologi mengubah / melengkapi / membantu dari Naik Unta menjadi Naik Pesawat.

Ada, tidak ada teknologi, tata cara / waktu Ibadah shalat, tetap sama saja, tidak berubah. Adapun teknologi mengubah / melengkapi / membantu dari Tanah ke Keramik, dari tanpa speaker dengan speaker, dst.

Ada, tidak ada teknologi, tata cara / waktu Ibadah Arafah, Sholat Idul Adha dll, tetap sama saja, tidak berubah. Adapun teknologi mengubah / melengkapi / membantu, dari Tanah ke Sajadah, dari Jam Batu ke Jam Analog / Digital, dst.

*****

Missing Link disini terjadi justru karena “Oknum” yang sudah dijelaskan dan diperingatkan didalam Dalil, dimana 

1. Bertanyalah pada Ahlinya
2. Hancur suatu kaum jika dipercayakan kepada orang jahil
3. Akan banyaknya Ruwaibidhah
4. Duduknya seseorang di batu batu Neraka karena dia menyampaikan seolah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, dari Agama, padahal bukan.
5. Orang orang bukan yg ulama mendadak memposisikan diri menjadi ulama.

Dimana seharusnya, dengan didapatinya kini informasi yang mudah, teknologi yang mumpuni, seharusnya dengan mudah malah membantu mendapati informasi kapan Hari Arafah kapan Hari Idul Adha di Arab Saudi, yang tinggal diikuti saja diseluruh dunia.

Tetapi malahan, karena didapatinya orang orang yang kurang berilmu berbicara, orang orang yang jahil, semakin kacau balaulah kebenaran yang rajih, dan ini ditambah lagi kemudahan informasi dari teknologi, sehingga keberadaan teknologi dan informasi malah seakan menyebabkan berbedanya syariat. Padahal disini bukan teknologi yang merubah syariat (sebagaimana kaidah teknologi tidak bisa merubah syariat), melainkan “oknum” orang orang jahil inilah yang berbicara sehingga kacau balaulah, berbeda bedalah pemahaman, plus ditambah kemudahan sampainya informasi dari teknologi yang ada, plus orang orang awam ini juga langsung mencerna informasi, tanpa belajar, tanpa menimba ilmu syari, tanpa mengkajinya.

*****

Sebagaimana teknologi membantu kita dari Naik Unta ke Naik Pesawat untuk beribadah Haji. Speaker membantu kita untuk Ibadah Adzan, Internet dan Medsos harusnya mempermudah kita untuk tau benar kapan pelaksanaan Wukuf Arafah, kapan puasa Arafah, kapan Idul Adha di Arab Saudi, dan dengan mudah menyamakannya sebagaimana ini pemahaman dan implementasi Para Sahabat, Para Salaf, bukan malah awam awam jahil ini membuat teknologi jadi seakan mengubah dan membuat perbedaan didalam syariat.

_____

*Namun jika pemerintah kita melarang untuk melaksanakan Idul Adha berbeda hari, Maka Taatilah Pemerintah.

https://youtu.be/I2mn5Z7tf10

 

..Wallahu a’lam..