...

LAW OF POLARITY

Artikel - 6 months ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

LAW OF POLARITY

 

 

“Law of Polarity” adalah hukum polaritas, salah satu dari dua belas hukum Universal. Hukum dasar atau aturan dasar yang menjelaskan esensi berlawanan, atau bertolak belakang, di mana sesuatu pasti memiliki pasangan, padanan, oposisi (opposite) atau memiliki lawan yang terbalik. Ini juga selaras dengan hukum lain di mana satu-satunya entitas yang tidak memiki pasangan, padanan, yaitu : entitas “Tuhan”, alias dikenali dengan istilah “Law of Divine Oneness” yang sudah pernah dibahas pada kesempatan sebelumnya (pada materi “Divine Timing”).

 

“Law of Polarity” menjelaskan bahwa segala sesuatu (selain entitas “Tuhan”), pasti memiliki polaritas, atau sebuah padanan lain yang bertolak belakang. Contoh : terang x gelap, besar x kecil, kanan x kiri, pria x wanita, maskulin x feminin, kaya x miskin, problem x solusi, baik x buruk, pahala x dosa, surga x neraka, benar x salah, dsb.

 

***************************

 

Jika kita memahami “Law of Polarity”, kita akan tahu sebenarnya padang pasir itu amat kering, danau luas yang kita lihat itu adalah fatamorgana, adalah efek bias panas cahaya, sejatinya persepsi kita sedang menipu tidak sebagaimana apa yang kita lihat.

 

Jika kita memahami “Law of Polarity”, kita akan tahu sebenarnya langit tidak berwarna biru, karena sejatinya langit itu berwarna gelap, langit itu tidak dekat karena sejatinya sangat jauh, langit yang biru adalah persepsi pandangan kita yang tertipu refraksi kandungan air pada udara.

 

Jika kita memahami “Law of Polarity”, ketika kita sedang memiliki masalah, sebenarnya kita juga sedang memiliki solusinya pada sisi yang lain.  Ketika kita sibuk melihat masalah, maka kita tidak bisa melihat sebenarnya ada solusi di situ, sebaliknya ketika kita melihat solusi, maka sebenarnya tidak ada masalah di situ.

 

“It’s Our Perception, Deceives Us”

Persepsi kita, Menipu kita.

 

Sebaliknya, jika kita tidak memahami “Law of Polarity” kita tidak tahu, kita akan tertipu. Kita pikir diri ini pintar, ternyata polaritas kebalikannya kita hanyalah orang bodoh. Kita pikir diri kita kaya, ternyata polaritas kebalikannya kita ini muflis. Kita pikir ini adalah air, ternyata polaritas kebalikannya ini adalah api. Kita pikir ini Surga, ternyata polaritas kebalikannya ini Neraka. Kita pikir ini nikmat, ternyata polaritas kebalikannya ini istidraj. Kita pikir ini musibah, ternyata polaritas kebalikannya ini ujian. Kita pikir gelar itu cermin kecerdasan, ternyata polaritas kebalikannya gelar hanya membungkus kebodohan. Kita pikir harta benda adalah cermin kesuksesan dan alat kedermawanan, ternyata polaritas kebalikannya adalah cerminan kezaliman dan alat kesombongan. Kita pikir nama besar, dan jumlah follower itu jaminan kebenaran, ternyata polaritas kebalikannya hanya membungkus kesesatan.

 

***************************

 

Banyak orang merasa ingin apabila dia disukai dan dicintai oleh orang lain, namun sejatinya dia sendiri tidak menyukai dirinya sendiri, dia sendiri tidak suka atas apa yang ada pada dirinya sendiri. Dia hanya berusaha dan berupaya agar disukai orang lain, padahal dia tahu betul ada banyak sesuatu dalam dirinya yang dia sendiri tidak menyukai itu.

 

Banyak disukai orang lain, adalah tanda dari banyaknya orang lain yang sebenarnya tidak mengetahui siapa kita, mereka menyukai kita karena sebenarnya mereka tidak mengenal siapa kita, sebalikya jika mereka mengenal siapa diri kita yang sebenarnya, belum tentu mereka akan menyukai kita. Banyak disukai orang lain adalah tanda bahwa hidupnya hanya menjadi bayang-bayang dari ekspektasi orang lain.

 

Banyak diantara kita mengatakan “iya” agar disukai orang lain, mau melakukan hal-hal agar disukai orang lain padahal diri kita sendiri tidak menyukai itu. Kita menjadi “evil pleasure” agar tidak dibenci, tidak dikritik, tidak ditinggalkan, dipuji, dikelilingi oleh orang-orang buruk disekitar kita, padahal kita sendiri benci akan sikap itu.

 

Banyak yang tidak memahami, bahwa menjadi benar itu seakan salah karena dianggap memecah belah, kesalahan itu seakan benar karena terlihat mempersatukan. Kebenaran adalah memecah antara yang benar dan yang salah, sedangkan merupakan kesalahan jika kita mempersatukan yang benar dan yang salah. Kebenaran akan selalu benar dan kesalahan akan selalu salah. Sejatinya kita harus bersikap benar, jika kita benar, sebaliknya kita tidak bisa bersikap salah agar dianggap benar.

 

Banyak yang tidak memahami, bahwa jika kita berada di atas kebenaran, maka orang-orang yang suka akan kebenaran akan mendekat dan datang mengelilingi kita, sebaliknya yang tidak menyukai kebenaran akan pergi dan menjauhi kita.

 

Banyak yang tidak memahami, bahwa kita tidak perlu berbuat salah agar orang lain datang mengelilingi kita, karena sejatinya orang-orang yang datang itu adalah orang-orang yang salah, sebaliknya karena sikap itu orang-orang yang benar akan pergi dan menjauhi kita.

 

Ketika kebenaran dan keburukan disatukan, akan banyak yang datang dan mengelilingi kita (ramai), namun ketika kita pisahkan kebenaran dan keburukan, maka separuh dari mereka akan tinggal, dan separuh dari mereka akan pergi (sepi).

 

**************************

 

Jangan mencampur-adukkan kebenaran dan keburukan, karena kebenaran dan keburukan adalah sebuah polaritas. Jangan berada di tengah-tengah polaritas, jangan pula bersikap netral membenarkan keduanya, karena sejatinya keduanya polaritas yang berlawanan. Karena ini adalah salah satu ciri kemunafikan.

 

Sebagaimana ‘Ali bin Abi Thalib pernah berkata :

 

“Jika ada seseorang yang berada di tengah dua orang yang berselisih (antara kebenaran dan kebathilan), maka lemparkanlah orang itu ke sana (sisi berlawanan) karena sejatinya dia orang yang munafik.”

 

Jangan pernah mencampur-adukkan kebenaran dan keburukan, jangan pernah bersikap netral di tengah-tengah kebenaran dan keburukan. Dalam ilmu fisika didapati hanya ada dua kutub magnet yaitu kutub utara dan kutub selatan melainkan di antaranya bukanlah magnet. Di dalam pewarnaan didapati warna hitam dan putih melainkan di antaranya adalah abu-abu. Di dalam ilmu filsafat sejatinya kedua hal ini adalah polaritas yang berlawanan. Di dalam ilmu syar’i berada di tengah-tengah antara kebenaran dan keburukan sejatinya itu adalah ciri dari kemunafikan.

 

Jangan pernah salah dalam memahami bahwa, hal yang buruk tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik namun tiada lain pasti akan menghasilkan keburukan. Hal yang baik, tidak akan menghasilkan sesuatu yang buruk namun tiada lain pasti akan menghasilkan kebaikan.

 

 ..Wallahu a’lam..