Setelah pada kesempatan sebelumnya kita bahas, bahwa manusia itu pada dasarnya adalah bodoh. Allah menciptakan manusia dengan kebodohan sebagai fitrah, dan adalah fitrah bahwa kebodohan itu untuk kita selisihi.
Adam menukar Surga karena “kebodohan” terhadap buah khuldi dengan Dunia. Kita setuju ditiupkan ruh dan hidup sebagai manusia, dimana semua mahkhluk takut dan tidak mau menjalani kehidupan menjadi manusia. Anak Adam mengira dunia ini adalah kenikmatan, padahal dunia adalah hukuman dari kebodohan. Kita hidup didunia dihukum karena kebodohan, untuk kemudian belajar, untuk menjalani ujian, agar cerdas. Dimana yang belajar dari kebodohan, cerdas, lulus ujian, maka dia akan sukses masuk Surga, dimana yang tidak belajar, tidak tau kalau dia bodoh, tidak belajar, tidak lulus ujian dunia, maka dia akan masuk kedalam Neraka.
Kebodohan inilah asal muasal yang menyebabkan seseorang syirik, yang menyebabkan musyrik, menolak Allah, berbuat bid’ah, berbuat maksiat, berbuat riba, berbuat zina, korupsi, zalim, menyimpang, sesat, dll. Kebodohan yang menyebabkan kita tertipu, kita ditipu iblis, ditipu dajjal, ditipu wanita, ditipu dunia, ditipu ilusi, ditipu iluminati, kita tertipu paham khawarij, qodariyah, mutazilah, murjiah, sururi, hizbi, harokiyah, dll.
Kebodohan dan Hawa Nafsu, adalah hukum asal yang Allah tetapkan untuk kita. Namun hukum asal bukanlah lantas alasan kita “pasrah” melainkan untuk kita selisihi. Kebodohan adalah hukum asal yang wajib kita selisihi, kebodohan pada diri kita adalah ketetapan Allah, agar menjadikan kita belajar. Hawa nafsu pada diri kira adalah ketetapan Allah, agar menjadikan kita mengendalikannya, dimana yang sukses menyelisihi ini dia akan menjadi makhluk lebih mulia dari malaikat, dimana yang gagal menyelisihinya dia akan lebih rendah dan hina dari binatang.
Kebodohan pada diri kita, tentu ada hikmah dari hukum asal ketetapan Allah ini. Mari kita pelajari dan pahami apa hakikat dari kebodohan, dan hikmah dari kebodohan itu sendiri.
Kebanyakan dari kita tidak mau dikatakan “bodoh”, karena sebaliknya mereka merasa sudah pintar, padahal inilah jebakannya.
Sedikit dari kita mau menerima kenyataan bahwa kita ini “bodoh”, dimana sebaliknya hal ini akan membuat kita mau belajar, padahal ini sebuah keuntungan.
Orang tidak ingin dianggap bodoh, karena kebutuhan untuk diakui di masyarakat, karena ego, pride, pendidikan, turunan, padahal ini adalah bentuk lain dari kesombongan.
Padahal, tidak mau dianggap bodoh, dari sisi manfaat, selama tidak bermanfaat, maka (tidak mau dianggap bodoh) tidak ada manfaatnya. Melainkan kesombongan.
Sementara disisi lain, kita gagal melihat bahwa ada manfaat sesungguhnya dari kebodohan, bahwa ada hikmah dari hukum asal ketetapan Allah untuk kita, yaitu kebodohan.
Ada perbedaan antara dianggap bodoh, dan benar benar bodoh, meskipun dalam kasus ini, keduanya bisa memperoleh manfaat yang sama.
Ada manfaat dari dianggap bodoh atau kebodohan itu sendiri, yaitu jadi jarang diperhitungkan orang lain, tidak dianggap ancaman / saingan oleh orang lain, memberi makan ego orang lain, dimana mereka akan merasa lebih pintar daripada kita, dalam posisi berkembang, orang yang dianggap bodoh bisa terus belajar, bisa terus menyerap, bisa mengobservasi, menganalisa, menghitung, kekuatan, kelemahan, kelebihan, kekurangan. Dianggap bodoh, (masih bodoh), masih merasa hijau, akan menuntut kita untuk terus belajar, memperoleh pengetahuan tanpa pernah merasa cukup. Dianggap bodoh atau kebodohan itu sendiri akan membuat seseorang memiliki perspektif (masih) sederhana tanpa perlu terlibat kerumitan, masuk kepada perspektif yang rumit.
Ada manfaat dari kebodohan, dalam skala yang lebih luas, kebodohan adalah fondasi dari sebuah perkembangan dan kemajuan. Karena tidak ada kepintaran, kecerdasan, tanpa kebodohan yang diperangi.
Ada manfaat yang bisa kita dapati dari kebodohan, dari hukum asal kebodohan, dimana ini adalah kelebihan dibanding kekurangan. Seseorang yang tau bahwa dirinya bodoh, dia memiliki kelebihan yaitu akan terus belajar, pintar, cerdas, sukses, dan selamat masuk surga. Sedangkan seseorang yang merasa dirinya pintar, merasa pintar, merasa lebih, akan berhenti belajar, akan sombong.
Orang-orang yang tidak mau dianggap bodoh, malu jika dianggap bodoh, merasa tidak berguna jika dianggap bodoh, tersinggung jika dianggap bodoh, butuh dicap pintar, butuh pengakuan, butuh validasi, butuh sertifikat untuk “sekedar” dianggap pintar. Justru orang orang tidak (akan) belajar dari kebodohan.
Menyadari bahwa kita bodoh, orang bodoh, dianggap masih bodoh, menerima bahwa kita masih bodoh, adalah advantage atau kelebihan, karena ini membutuhkan skill dan kemampuan khusus yang tidak semua orang miliki. Kecuali, kita benar benar bodoh.
Menyadari hukum asal kebodohan, bahwa kamu masih bodoh, dianggap masih bodoh, menerima bahwa kamu masih bodoh, kamu orang bodoh, dan karenanya kamu mau belajar, dan kamu mau berkembang, maka kamu memiliki syarat mutlak, kamu menunjukkan satu ciri khas khusus, yang berarti yaitu : kamu benar benar (akan) cerdas.
Allah menetapkan hukum asal manusia bodoh, adalah agar kita menyadarinya, menyelisihinya, kemudian agar kita belajar, paham, cerdas, tidak tertipu, dan selamat, ini adalah sebuah keuntungan.
Seseorang yang merasa dirinya tidak bodoh, sudah pintar, akan menjadikannya sombong, padahal dia tertipu, ditipu, dia tidak menyadari, dia tidak menyelisi, tidak belajar, tidak paham, tidak cerdas, tidak selamat, ini adalah sebuah kerugian.
Teringat, ada makhluk yang Allah ciptakan berhukum asal pintar, tidak bodoh, dan kemudian yang membuatnya sombong, yaitu Iblis.
Darisini kita paham, bahwa jika hukum asal iblis (kepintaran) itu diselisihi, alias tidak sombong dia, atau hukum asal manusia (kebodohan) itu diselisihi alias belajar dia. Maka sebuah mahkluk, akan menjadi makhluk ciptaan Allah yang paling mulia, jika tidak, dia akan menjadi makhluk ciptaan Allah yang paling hina.
..Wallahu a’lam..