...

Industrialisme

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Jika diingat, sewaktu kecil tentunya kita pernah bercita-cita ingin menjadi pilot, pemain bola, artis, karyawan pada perusahaan besar, presiden, dan lain sebagainya. Idealisme membawa kita pada pola pikir ideal bahwa nantinya kita akan menggapai apa yang kita inginkan. Kemudian, salah satu cara dalam rangka meraihnya adalah dengan menempuh pendidikan di sekolah, SD, SMP, SMA, akademi, universitas, dan lainnya.

Namun, ketika kita telah masuk di dunia pekerjaan, ternyata dengan tulus, lugu, dan polos ternyata idealnya cita-cita kita akan tidak sesuai dengan realita yang ada.

Industrialisme mengubah banyak idealisme seseorang. Ternyata, di Era Industrialisme, semua lini kehidupan akan dibuat menjadi industri yang menguntungkan pihak tertentu, misalnya setelah menjadi pemain bola, semuanya kental dengan industri seperti pengaturan skor, skandal, drama, dan patuh terhadap instruksi bandar judi besar, dll. Kemudian, setelah jadi pilot, ternyata jadwal super padat dan mesti menyogok bagian penjadwalan, jauh dari istri, banyak pramugari cantik, terdapat potensi uang tambahan dengan mengakali cargo, dll. Lalu, setelah jadi artis, ternyata gaya hidup menjadi mahal, masuk ke dunia prostitusi kelas elite, menjadi target tempat pencucian uang dari para koruptor, bandar judi online, dll. Terakhir, setelah  menjadi presiden ternyata kekuasaan seakan tak terbatas, tanda tangan yang senilai ratusan miliar, dll. Sedangkan kalau tetap mempertahankan idealisme, kita tidak akan berhasil, kalah dengan yang lain, dan tidak jadi apa-apa. rugi donk!

Maka dari itu, Era Industrialisasi ini mengubah paham idealisme menjadi industrialisme. Sebelumnya idealis, kemudian menjadi pragmatis dan industrialis.

Era Industrialisasi adalah era dimana terjadinya perubahan sosial dari idealis ke ekonomis sehingga berdampak pada perubahan sistem pencaharian masyarakatnya yang sebelumnya idealis akan berubah menjadi ekonomis industrialis. Bahkan yang lebih mengerikannya lagi, fenomena ini terjadi di orang-orang yang idealis bercita-cita menjadi dai, kyai, guru, dan ustadz. Dalam rangka meraih cita-cita idealnya, mereka menempuh pendidikan, SD, SMP, SMA, madrasah, tsanawiyah, ibtidaiyah, pesantren, pondok, kampus, bahkan kuliah ke luar negeri. Mereka belajar aqidah, fiqh, tauhid (kalau tidak bolos). Mereka mengumpulkan tugas, makalah, jurnal, naskah akademik, skripsi, tesis, bahkan disertasi (kalau tidak joki). Mereka tamat, lulus, mendapatkan gelar S.Ag, Lc, MA, Doktor (kalau tidak “kompre”), dan dalam rangka mewujudkan cita-cita ideal, akhirnya mereka masuk ke dunia realita dakwah.

Industrialisme mengubah banyak idealiesme seseorang, seperti di alami oleh ustadz yang semuanya kental dengan industri. Ketika masuk dan daftar asosiasi pendakwah ternyata banyak syarat yang tidak sesuai dengan apa yang dipelajari ketika kuliah (dakwah toleransi), membuat konten kontroversial di youtube hingga viral dan bisa dimonetisasi, banyak subscriber, serta banyak dapat uang. Ketika ingin ceramah harus diatur oleh asosiasi agar semua “kebagian”. Kemudian isi ceramah yang diatur olen DKM demi amplop, transferan, dll. Sedangkan, jika tetap mempertahankan idealisme, maka tidak akan berhasil, kalah dengan yang lainnya, dan tidak akan jadi apa-apa, rugi donk!

Era Industrialisasi mengubah paham idealisme menjadi industrialisme. Sebelumnya idealis akhirnya menjadi pragmatis dan industrialis.

Inilah sebabnya yang telah kita saksikan dan bukan lagi sekedar rahasia umum, banyak atlet besar terlibat skandal pengaturan skor, terlibat aktivitas judi besar, banyak pilot terlibat pelanggaran profesi demi uang, menyalahi etis, tersesat moral, banyak artis terlibat mega prostitusi dan pencucian uang, banyak dokter melakukan malpraktek demi uang, banyak presiden terlibat korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Kita saksikan juga banyak ustadz yang dakwahnya membolehkan riba, demokrasi, arisan, asuransi, melakukan kebid'ah-an, berisikan kemungkaran, dan konten sesat serta menyesatkan karena mereka masuk kepada pola pikir dan paham industrialisme ini.

Apakah ada atlet, pilot, artis, pegawai, karyawan, presiden, ustadz yang baik, ideal, tetap benar, tidak terjerumus pola pikir dan paham industrialisme? Jawabannya Insya Allah tentu ada, namun sangatlah sedikit dibanding yang tidak. Hanya orang-orang yang melakukannya karena bukan faktor mata pencaharian dan faktor ekonomis semata, tidak ikut kepada yang banyak, tidak ikut menjadikan apa yang dilakukannya dilatarbelakangi oleh jebakan era industrialisasi.



Maka kita jangan terjebak dengan emblem profesi dan pencitraan yang diberikan masyarakat dengan merek, penilaian manusia, jabatan, titel, Prof, DR, Lc, MA, bahkan Ph.D, karena gelar bukan jaminan seseorang terbebas dari pola pikir dan paham industrialisme.

Maka jangan terjebak kepada apa yang dilakukan dan diyakini oleh banyak orang karena kebanyakan dari mereka tersesat dan terjerumus oleh pemahaman yang keliru. Hanya terdapat sedikit manusia yang berada dan tetap pada pola pikir dan pemahaman yang benar serta  ideal.

Berbahagialah, bersyukurlah, dan berbanggalah jika kita tetap bisa idealis, tetap berpegangan kepada kebenaran Allah dan Rasul-Nya, yaitu Al Quran dan As Sunnah, kenal, mengenali, tau, paham, belajar, bersama, menjadi bagian dari orang-orang yang sedikit, disaat kebanyakan manusia terjerumus pola pikir industrialis, ekonomis, terlepas dan tak lagi peduli bahwa keyakinan itu, perbuatan itu benar atau salah.

..Wallahu a’lam..