...

Hampers Lebaran

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Kalau dari pandangan tauhid, hal ini termasuk “KIKIR”. 

Karena berbuat baik, beramal, tolong menolong, (saling) memberi hadiah, tidak perlu menunggu moment tertentu, misal lebaran, alias kapanpun bahkan sering sering.

Konteks ini sama seperti, “kotak amal jumat” dimana sebenarnya zaman rasul shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat dahulu tidak ada mengenal istilah “kotak amal jumat”, mereka beramal kapanpun, tidak perlu menunggu moment tertentu misal disini hari jumat.


Fenomena fenomena seperti ini, memberi hadiah ketika moment lebaran, beramal ketika hari jumat (via kotak jumat) ini terjadi disekeliling kita, adalah cerminan karena sekali lagi,

TAUHID YANG MASIH LEMAH.

Tauhid mereka tipis dan lemah, atau jangan jangan tidak tau bahwa beramal, berbuat baik, saling memberi pertolongan, saling memberi hadiah itu  berlomba lomba, sering sering, tidak perlu menunggu hari / moment tertentu.


Jika misal kepada seorang guru, yang berbuat baik kepada kita, anak kita, mendidik anak anak kita, tanpa harus diminta atau menunggu hari khusus, sudah sewajarnya bahkan wajib kita membalas, dengan bayaran sekolah, upah / gaji, hadiah, bingkisan, tanda bentuk terimakasih, atau lainnya. Sekali lagi tidak perlu menunggu moment tertentu, misal hari ulang tahun, hari jumat, hari guru, atau lebaran.

Jika misal ini yang terjadi disekeliling kita, dimana ini cerminan tipis, lemah, dan ketidaktauan kita akan tauhid, tidak tau bahwa beramal, berbuat baik, menolong, memberi, berbalas jasa, berbalas budi itu baik, atau ini bisa juga disebut “tidak tau diri”. Maka ini masuk kepada “Urf” fenomena yang terjadi dimasyarakat karena ketidaktauan.

Jika “Urf” yang terjadi di masyarakat demikian, maka tidak apa apa. Jikapun harus di trigger dahulu di hari Jumat, jikapun memberi hadiah harus menunggu lebaran dahulu, ini tidak apa apa (daripada tidak sama sekali).

Hal ini memberi hadiah yang diikat dengan lebaran, bukanlah bid’ah, karena memberi hadiah bukan ibadah maghdhah, maka memberi hadiah dikat dengan waktu tertentu tidak apa apa (tidak bid’ah / tidak haram). Kecuali diikat dengan yang haram, misal ulang tahun, natalan, hari raya kafir, tasyabuh dll.

Adalah boleh jika: 
Hadiah, Hampers, THR, Uang Jajan, Amal Sedekah, dll.

Adalah tidak boleh :
Angpao (tradisi kafir), uang baru (riba), hadiah ulang tahun, dll.



Kita tinggal sesuaikan cara eksekusinya sesuai dengan kondisinya. Sebagaimana zaman unta kita naik unta, zaman kendaraan kita naik kendaraan. Zaman dinar kita pakai dinar, zaman amplop kita pakai amplop, zaman transfer kita pakai transfer, zaman bitcoin kita pakai bitcoin.

Kita tinggal sesuaikan, jika jasa seseorang ini besar, maka besar pula pemberian kita (adalah kewajaran untuk diimbangi), jangan seadanya (semauya / seikhlasnya).  Jika gajinya mengajar sudah besar, jika sudah patungan 1000 orang tua murid, maka tinggal disesuaikan. Jika semuanya tranfser ke salah satu orang tua murid, tinggal disesuaikan. Atau jika masih tidak ideal, dan mau memberi sendiri (tidak ikut versi patungan) inipun tinggal disesuaikan.



Banyak diantara kita yang lupa, tidak tau, tidak peduli, atau mungkin karena kebodohannya, tidak berlajar, tidak bertauhid, iman tipis, aqidah rapuh atau lainnya, dia kikir, dia takut memberi karena miskin, atau dia memberi harus menunggu momen. Padahal kalau beramal, memberi, berbuat baik, itu seharusnya berlomba lomba, sering sering, dengan yang sebaik baiknya, sebagus bagusnya, imbang, sesuai dengan kebaikan / jasanya, sesuai dengan kemampuan, atau presisi.

Misalnya : ketika berbagi makanan, tentu tidak mungkin kita memberikan makanan sisa dimeja makan kita,  sayuran dingin, lauk sisa semalam. Melainkan sejatinya tentu kita membagikan makanan baru, makanan kotak, dll.

Faktanya : banyak kita temui, dia sedekah 10rb padahal gajinya 10juta, dia bisa sedekah setiap hari, namun dia sedekah hanya hari jumat, dia berbuka puasa di restoran sementara sedekah takjilnya gorengan, patungan bingkisan misal untuk guru yang miskin harus menunggu lebaran dulu, dia sedekah jumat 10rb, padahal makan siangnya 50rb, dia memberi bosnya / relasinya yang sudah kaya raya dan berjabatan dengan hampers yang mahal, padahal orang tuanya, tetangganya tidak dia perhatikan kecuali sedikit (atau diberi sesuatu yang murah), Dia suka diberi kebaikan, diberi barang, diberi ilmu, dll, namun dia tidak pernah membalasnya, harus menunggu  moment, menunggu diminta, terpaksa, “gak enak kalau gak nolong”,  baru memberi kecuali sedikit, atau bahkan tidak memberi, tidak peduli, urus sendiri sendiri, dll.



Pernahkah kita diberi barang, makanan, minuman. pakaian, bantuan, hutang, ilmu, atau apapun itu, dimana sejatinya dia wajib membalas kebaikan itu dengan sebaik baiknya, selayaknya, sekemampuannya, berlomba lomba, sering sering, tanpa menunggu nunggu momen, tanpa diminta.

Namun kita membalasnya hanya sedikit, itupun karena terpaksa, gak enak, harus menunggu moment, harus menunggu trigger, atau bahkan tidak membalasnya sama sekali, atau tidak tau terimakasih, tidak tau diri?


..Wallahu a’lam..