...

Didik Dengan Benar

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Baik belum tentu benar, namun benar sudah pasti baik.

Tentunya kata tersebut sering kita dengar. Banyak orang yang dididik kemudian terdidik, menjadi pintar, dan lulus, bergelar sarjana, dengan niat baik (agar mudah cari kerja), padahal tidak benar, padahal salah didik, padahal tidak cerdas.

Kita pahami dahulu yang keliru dari pendidikan itu sendiri, lalu kita perbaiki niat dan arah tujuan dari pendidikan itu sendiri. Dimana guna pendidikan adalah cerdas (mencerdaskan kehidupan bangsa) bukan pintar menurut standar kapitalis industrialis dan mudah cari kerja.



Kita pahami dahulu, sebagian besar orang tua memandang bahwa PNS, Pegawai, Polisi, Tentara, adalah pekerjaan bagus, ideal dan nyaman, gaji / honor yang baik, pasti dan tetap, kesejahteraan, gaji ke 14, bonus tahunan, jenjang karir, dan masa pensiun terjamin, dan mengarahkan pendidikan anaknya / bahkan jodoh untuk anaknya kesana.

Padahal, pada sudut pandang yang lain, mereka memandang “negatif” pekerjaan tersebut, tidak suka berurusan dengan orang orang yang pekerjaannya itu. birokrasi lambat, kerjanya makan makan, santai santai saja di Mall, Pegawai itu budak korporat, gaji kecil, Polisi itu preman berseragam, bisa disuap, Tentara itu, pegang wilayah, minta jatah, dll. Padahal pada sudut pandang lain mereka memandang bahwa pekerjaan “bisnisman” adalah yang keren, orang sukses, bisa kaya raya, konglomerat, dll.

Ini semua terjadi, karena tujuan pendidikan bagi kebanyakan mereka adalah sekedar pintar bagi suatu organisasi, sebagai standar masuk kerja, masuk zona nyaman (bukan cerdas, bukan sukses). 

Padahal pikiran yang cerdas dan ini yang dipahami oleh orang-orang cerdas, tentu juga dari Rasul dan Para Sahabat yang menuntunkan, kalau cerdas, kalau mau sukses jalannya adalah berdagang, bisnis.

Sementara berdagang, berbisnis, sangat jauh dari zona nyaman, kaya kemudian bangkrut, bangkrut kemudian kaya, gain profit 300% loss profit 1000%, ramai / sepi adalah hal biasa didunia dagang. Ini tidak nyaman, bagi orang orang berorientasi pada “zona nyaman”.

Maka kita pahami bahwa sebagian besar mereka menempuh sekolah, kuliah, agar kemudian dianggap pintar, dan kemudian kepintarannya itu adalah standar untuk masuk kerja, memang bukanlah mau cerdas, sukses, atau kaya raya, melainkan masuk kerja, masuk zona nyaman, walau jadi bagian dari perbudakan modern, walaupun bagian dari organisasi yang stigma masyarakat buruk terhadap mereka.



Padahal, selain menjadi pintar agar masuk kerja. Ada banyak cara untuk benar benar menjadi pintar, cerdas, sukses, dan yang terpenting selamat. Karena banyak orang pintar, kerja, tetapi tidak cerdas, tidak sukses (dunianya), dan dari pekerjaannya dia tidak selamat (akhiratnya).

Ada setidaknya 4 kuadran jenis profesi 

1. Employee (Karyawan). Bekerja untuk orang lain. Menjadi karyawan, kerja dikantor, kerja di toko, kerja di pabrik, di instansi tertentu.

2. Self Employee (Bekerja Sendiri). Bekerja untuk diri sendiri, punya ketrampilan, punya skill, punya dagangan, punya toko, punya barang atau jasa yang dijual, yang dijalankan sendiri.

3. Business. Memiliki bisnis, sendiri atau berpartner, mempekerjaan orang lain untuk menjalankan bisnis tersebut, sudah ada sistem tertentu untuk menjalankan bisnis tersebut.

4. Investor. Memiliki uang dari usaha / warisan atau lainnya, untuk kemudian investasi disebuah bisnis dengan sistem yang baik, yang didalamnya mempekerjakan orang orang lain.


Dari sini kita ketahui bahwa setidaknya ada 4 kurikulum yang dipergunakan dalam rangka pendidikan, mendidik, memintarkan, mencerdaskan kehidupan bangsa, yang membuat cerdas, sukses (dunia), terlebih tentunya agar selamat (akhirat). Bukan hanya kurikulum pendidikan yang memintarkan seseorang untuk jadi “Employee”.

Dari sini seharusnya ada kurikulum lain, yang membuat seseorang pintar atas bakat, minat, dan ketrampilnnya. Kurikulum yang memintarkan seseorang perihal sepak bola, bulu tangkis, menulis, komunikasi, atau bakat ketramplian lainnya. Kurikulum untuk memintarkan seseorang berbisnis, memiliki bisnis, sistem bisnis yang baik. Kurikulum untuk memintarkan seseorang berinvestasi, dalam sebuah bisnis.

Bukan hanya kurikulum yang memintarkan seseorang menjadi “Employee" (karyawan).

Tidak akan ada Lionel Messi, Seniman, Ulama, Pemilik Bisnis, Investor, apabila semua “dipaksa” belajar, matemarika, statistika, analisa, apabila “dipaksa” menjadi pintar, pada kurikulum yang mencetak seseorang menjadi “Employee” (karyawan). 


Sebenarnya ada banyak cara dan kurikulum yang tersedia untuk kita menjadi pintar, cerdas, sukses, selain kurikulum yang mencetak “Employee”

Buktinya, kita saksikan ada Lionel Messi, Penulis, Seniman, Ulama, Pemilik Usaha, Pemilik Toko, Pemilik Bisnis, Investor diluar sana. Ini adalah tanda bahwa ada “kurikulum pendidikan” lain, yang bisa ditempuh untuk memintarkan kita, mencerdaskan kita, sesuai bakat, minat, dan kemampuan, dan ketrampilan kita. 



 Padahal, didalam kurikulum pendidikan yang memintarkan orang-orang untuk menjadi “Employee”, kita menghabiskan banyak jam untuk duduk demi teori demi teori yang memintarkan kita untuk menjadi budak bagi orang lain. Adapun jam terbang, praktek riil, pengalaman nyata, yang sangat amat penting dan terpakai di kehidupan jarang kita dapati di kurikulum ini. Menjadikan kita tidak tau apa apa tentang praktek, tidak memiliki jam terbang (melainkan jam duduk), menjadikan kita takut berjuang, takut untung rugi, melainkan mencetak kita untuk memiliki skill seragam yang duduk dibangku koorporasi, menjadi budak bagi orang lain yang dibungkus dengan nama “zona nyaman”.

Padahal, didalam kurikulum pendidikan ini, fakta ironisnya kita dapati sudah terlalu banyak “mencetak” karyawan, terjadi banyak persaingan ketat hanya untuk menjadi karyawan, sudah sulit masuk kerja, cari kerja, sudah terjadi dimana karyawan tidak digaji untuk bisa menjadi kaya, sukses, melainkan UMR, sekedar cukup biaya hidup, sudah terjadi turn over dari karyawan lama ke karyawan baru yang lebih murah dll. 

Padahal, ada 3 kuadran lain untuk, ada 3 jenis profesi lain, ada 3 kurikulum lain, yang bisa dipelajari untuk memintarkan kita, mencerdaskan kita.



Jika di kurikulum pendidikan sekolah kita menghabiskan banyak jam duduk, untuk belajar teori, dari guru, dosen, pengajar, pendidik, berbasis buku buku yang mungkin dia sendiri tidak mempraktekan pada keseharian dikehidupannya (dirumahnya).

Pada kurikulum pendidikan lain, kita mendapati jam terbang, mendapati contoh tauladan, belajar praktek, belajar terampil, dari praktisi, dari mentor, yang dia sendiri mempraktekkan pada keseharian dikehidupannya (dirumahnya / dibisnisnya).


Seseorang mungkin akan pintar, ketika dia belajar dari guru, dari dosen, dari jam duduk mempelajari buku, dari teori. Tetapi seseorang akan cerdas, ketika dia mendapati tauladan, belajar dari mentor, dari praktisi, dari jam terbang, dari melihat keseharian ilmu itu dipraktekkan.


Dimana pernah dibahas pada kesempatan sebelumnya. seseorang akan menjadi ahli, “kebal peluru” tahan akan segala kondisi, untung rugi, bangkrut, dll, sukses, selamat, ketika dia sudah belajar dan memiliki pengalaman, praktek, dari pendidikan non kurikulum sekolah, dari non kuadran jenis profesi employee, selama 10.000 jam terbang (antara 8 Tahun - 10 Tahun). 



Silahkan saja sekolah, kuliah, (dimana kurikulum ini yang dipaksakan), dalam rangka mendapati ilmu akademis, status sosial, gelar, namun tidak harus kemudian outputnya adalah menjadi budak bagi orang lain. 

Silahkan saja sekolah, kuliah, dalam rangka ilmu tersebut menjadi bekal untuk kita pakai untuk jenis profesi lain, untuk menjadi selain budak bagi orang lain.


Jika kita, anak kita, memiliki kesempatan sekolah, kuliah, bersyukurlah, banyak orang diluar sana tidak memiliki kesempatan ini.

Jika kita, anak kita memiliki pendidikan diluar kurikulum sekolah, kita dididik, diajari, belajar, memiliki mentor, seorang pakar, praktisi, diberi kesempatan melihat langsung dan menambah jam terbang atas suatu keilmuan (atau dalam rangka agama ini disebut Mulazamah), maka bersyukurlah. Dimana sebagian besar dari orang diluar sana tidak memiliki ini.

Belajar, dengan benar bukan sekedar baik, Belajar. bukan hanya sekedar pintar, namun cerdas, sukses, dan selamat, belajar, latih, kembangkanlah sesuai bakat, minat, ketramplilan, kemampuan, dan kesempatan yang ada. Tidak harus pintar itu lewat sekolah, tidak harus pula, kerja atau profesi itu adalah menjadi budak untuk orang lain.



Belajarlah, pahamilah, dengan metode :

ATP = Amati, Tiru, Persis.

Kemudian, setelah mampu menguasai dengan persis dengan yang diajarkan, dicontohkan, dipelajari, maka kembangkan dengan metode :

ATM = Amati, Tiru, Modifikasi.


Note: selama bukan rangka Tauhid, bukan dalam rangka Ibadah maghdah, rangka Agama, maka modifikasi diperbolehkan. 

..Wallahu a’lam..