Contoh : “Kita Semua Pasti Berdosa”
Bagi beberapa diantara kita yang sudah belajar, tentang Tauhid Asma Wa Sifat, pernah mendengar tentang Asmaul Husna, diantara 99 Nama (Sifat) Allah redaksinya ada di Al Quran dan As Sunnah, ada sifat yaitu At Thawab (Maha Penerima Taubat) dan Al Ghafur (Maha Pengampun) dan Al Afwu (Maha Pemaaf).
Para Ulama menjelaskan terkait ini, salah satunya yaitu Syaikh Bin Baz rahimahullah, pernah menjelaskan, bahwa manusia pasti pernah / akan berdosa. Karena jika tidak (jika manusia tidak berdosa), jika tidak ada dosa, maka tidak akan ada sifat sifat Allah yang disebutkan diatas. Maka manusia memang pasti akan berdosa, agar terpenuhi, untuk menjelaskan apa sifat sifat Allah disebutkan diatas.
Jadi, kita (akan) memang “dibuat” berdosa, untuk melegitimasi adanya sifat Allah tersebut.
_____
Kadang kita merasa lucu, atau bingung, di dalam agama ini (Bagi yang tidak mengerti). Kenapa kok Allah membuat kita berdosa, demi eksistensi sifat Allah diatas? Kenapa kok Allah ciptakan Neraka? kenapa kok Allah ciptakan manusia dan beberapa diantaranya ditakdirkan hanya untuk masuk kedalam Neraka, kenapa Allah menciptakan orang buta, cacat, miskin, dan atau yang lainnya.
Sebagaimana Dalil Berikut dimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Demi Zat yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya kalian tidak berdosa, niscaya Allah akan menyingkirkan kalian, dan kemudian Allah akan mendatangkan suatu kaum selain kalian, yang mereka berdosa, lalu mereka beristighfar memohon ampun kepada Allah, Lalu Allah mengampuni mereka.” ( Muslim 2749, Al Hakim 246 )
Ini kan lucu, dan malah membuat bingung. Kok seandainya kita tidak berdosa, kok Allah malah menyingkirkan kita, dan mengganti dengan kaum lain? (Bagi yang tidak mengerti). Padahal tidaklah demikian.
*************************
Padahal tidaklah dipahami demikian. Dan dimana dari pembahasan ini, kita akan tahu bahwa untuk memahami perkataan Allah atau Al Quran, dan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam atau As Sunnah, memahami Ayat Al Quran, memahami Hadits, memahami Dalil, ada caranya (apalagi yang terkait dengan sifat Allah).
Padahal bukan sekedar ini dalilnya, ini suratnya, ini ayatnya, ini hadisnya, ini nomornya, ini halamannya, apalagi membaca redaksi terjemahannya.
_____
Melainkan ada 3 langkah untuk memahami Dalil. Dan ada sekitar setidaknya 19 langkah untuk mengeluarkan hukum untuk suatu permasalahan berdasarkan Dalil. Berikut dijelaskan secara singkatnya :
1. Pahami Al Quran dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Rasul dan Para Sahabat, Rasul pasti maksum, bebas kekeliruan, tidak pernah berdusta, dan apa yang dipahami sahabat pasti benar, sebagaimana mereka semua sudah dijamin Allah dengan Surga, seandainya pemahaman mereka salah, tentulah mereka tidak akan mendapat jaminan tersebut.
2. Pemahaman Ijma Sahabat lah yang benar. Pernah disebutkan bahwa mereka (sahabat) tidak akan pernah didapati bersepakat diatas ketidakbenaran, dimana jika mereka sepakat, tidak ada bantahan, tidak ada protes, tidak ada koreksi dari salah satu sahabat, maka pemahaman tersebut pastilah benar.
3. Adapun pada pemahaman satu dua sahabat saja, namun tidak ijma (atau tidak disepakati oleh semua sahabat yang lainnya) masih ada bantahan, sanggahan, koreksi, atau protes dari sahabat yang lain maka, pemahaman tersebut belumlah benar.
Dalil itu :
1. Al Quran
2. As Sunnah
3. Ala Fahmi / Faham Sahabat
*Dengan Pemahaman (Semua) Sahabat
*Yang Dipahami (Semua) Sahabat
Dalil itu BUKAN :
1. Al Quran
2. As Sunnah
3. Ala Fahmi Ustadz
*Bukan yang dipahami Ustadz
Dalil itu BUKANLAH :
1. Al Quran
2. As Sunnah
3. Ala Fahmi Sendiri / Sendiri
Apalagi Dari Membaca Terjemahan.
_____
Selanjutnya
1. Harus sejalan dengan keseluruhan Ayat Al Quran yang lain, dan atau keseluruhan Hadits Shahih yang lain. Dimana ada kaidah :
“Al Quran tidak akan bertentangan dengan Al Quran. As Sunnah (Hadits) tidak akan bertentangan dengan As Sunnah (Hadits). Al Quran tidak akan bertentangan dengan As Sunnah (Hadits). Al Quran dan As Sunnah tidak akan bertentangan dengan Ilmu Pengetahuan.”
Jika tidak, maka pemahaman akan ayat Al Quran, atau As Sunnah (Hadits) tersebut, pastilah keliru.
2. Berkaitan dengan Allah, maka tidak boleh ditakwil, ditafwidh, ditafsir, dan lainnya. Tidak boleh diartikan berbeda, dipahami berbeda, didefinisikan berbeda, dipahami lain, diserupakan mahkluk, dll. Melainkan diterima sesuai apa yang Allah firmankan dan jelaskan tentang diri Allah.
3. Dipahami sesuai bahasa aslinya, yaitu bahasa Arab. Haruslah sesuai dengan kaidah kaidah bahasa Arab, istilah, perumpamaan, dan lainnya. Bukan terjemahan, karena dalam bahasa terjemahan akan ada pergeseran atau distorsi makna, istilah, atau perumpamaan perumpamaan pada bahasa setelah diterjemahkan.
4. Memahami Asbabun Nuzul, sebab sebab ayat tersebut turun, Asbaul Wurud, sebab sebab Hadits tersebut dijadikan Dalil. Mengetahui konteksnya, dalam rangka apa, ada sebab apa. Mengetahui sanad atau perawi perawi hadits tersebut, mengetahui, memvalidasi originalitas matannya atau redaksinya, hadits ini shahih, hasan, lemah, palsu dan sebagainya.
5. Memahami bahwa “Bahasa Allah” adalah bahasa dengan keindahan literasi yang sangat tinggi. Memberikan petunjuk, memberikan tanda tanda, yang sudah banyak dibuktikan benar, dengan bahasa yang singkat / pendek, namun makna dan arti yang dalam. Perlu orang orang yang berfikir untuk memahami Al Quran, tidak sekedar membaca, dan Al Quran memang diturunkan untuk orang orang yang berfikir (bukan sekedar membaca / apalagi terjemahan). Maka akan didapat arti, makna, definisi, yang sangat dalam dan luas.
_____
Pada poin 5 ini juga, didapati dalam bahasa Arab, atau “bahasa Allah”, baik didalam Al Quran atau “bahasa Allah” didalam Hadits yang melalui lisan Nabi shalllahu alaihi wasallam, didapati kaidah kaidah bahasa, salah satunya yaitu makna keterbalikan. Diantaranya Allah mengatakan “kabar baik” padahal sejatinya ini kabar buruk, Allah mengatakan “Mati” padahal sebenarnya ini hidup, termasuk didalam redaksi hadits yang sedang kita bahas.
“Demi Zat yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya kalian tidak berdosa, niscaya Allah akan menyingkirkan kalian, dan kemudian Allah akan mendatangkan suatu kaum selain kalian, yang mereka berdosa, lalu mereka beristighfar mohon ampun kepada Allah, Lalu Allah mengampuni mereka.” ( Muslim 2749, Al Hakim 246 )
Jika dibaca sesuai redaksi terjemahan, seakan akan orang orang yang tidak berdosa malah akan disingkirkan dan diganti dengan Kaum yang baru.
Padahal didalam ini ada langkah memahamj dalil poin 5 yaitu makna keterbalikan, dimana maksudnya adalah :
1. Ini sejatinya , bukan seandainya
2. Semua manusia pasti berdosa
3. Manusia tidak akan diganti oleh Kaum Lain
Padahal maksud di dalam hadits ini adalah. Allah lebih menyukai orang orang yang (menyadari) bahwa dia (manusia) adalah makhluk rendah, penuh kekurangan, penuh kekeliruan, tidak suci, tidak maksum, tidak tinggi, pernah berdosa, dan mereka bertaubat, meminta ampun, memohon ampun, merendahkan diri kepada AKU (Allah), dibandingkan seseorang yang tidak (merasa) tidak pernah berbuat dosa, menjadikannya sombong, merasa tinggi, merasa mulia, merasa aman, merasa selamat, dan karena hal tersebut dia tidak bertaubat, tidak merendah, tidak memohon ampun, kepada Allah.
_
Saya lanjutkan dengan penjelasan Syaikh Bin Baz rahimahullah terkait makna Hadits ini yaitu :
Hadits ini bukan bermakna ada keringanan untuk berbuat dosa, bukan. Allah melarang kita semua dari dosa dan mengharamkannya.
Akan tetapi telah berlalu takdir dan ilmu Allah, bahwasannya dosa itu akan ada, bahwasanya dosa itu pasti terjadi, seorang mukmin tidak boleh berputus asa, tidak boleh patah semangat, dan dia harus tahu bahwasanya Allah telah menetapkan itu semua.
Maka hendaknya dia bertobat kepada Allah, dan jangan berputus asa, jangan patah semangat, segeralah bertaubat, Allah Maha menerima tobat orang-orang yang mau bertaubat.
Maka takdir bukanlah alasan untuk berbuat dosa, akan tetapi engkau jangan berputus asa, engkau harus bertobat kepada Allah.

Engkau harus tahu, bahwasanya ini adalah satu perkara yang Allah tetapkan atasmu dan juga selain dirimu. Maka janganlah engkau berputus asa, segeralah bertobat, Allah menerima Taubat bagi orang-orang yang bertaubat.
Dan telah berlalu ilmuNya bahwasanya dosa pasti terjadi dari jin dan manusia, bahwasanya Allah menerima tobat bagi mereka yang bertaubat, memaafkan bagi siapa saja yang mau kembali kepadaNya, mengampuni orang-orang yang Allah kehendaki dari orang-orang yang masih larut dalam dosa, sebagai karunia dariNya, sebagai kebaikan dariNya, sampai nampak pengaruh namaNya yang Indah, Maha Penerima tobat maha penyayang Maha Pemaaf Maha Pengampun. (Syaikh Bin Baz : Fatwa Nur ala Ad-Darbi)
_
Selain 5 diatas, masih ada lagi sekitar belasan langkah yang mesti ditempuh agar mendapati pemahaman yang benar, atau lahir sebuah hukum dari Ayat maupun Hadits.
6. Jamak Dalil
7. Tarjih Dalil
8. Takrij Dalil
9. Nasikh - Mansukh
10. Dan Lain Lain
Insya Allah akan dibahas pada kesempatan lain.
**************************
Dari sini kita tau bahwa banyak fawaid, arti, makna, hikmah dari hadits diatas. Saya tambahkan bahwa tidak perlu malu jika kita punya dosa, tidak perlu takut, dan ini menjadikan kita jauh dari Allah.
Karena memang pada fitrahnya kita memang makhluk yang tidak mungkin tanpa dosa, diantara kita tidak ada satupun yang suci dari dosa. Mendekatlah ke Allah, beristigfarlah, bertaubatlah, minta ampun, kepada Allah yang alhamdulilah memiliki sifat Maha Penerima Taubat, Maha Pemaaf dan Pengampun. Tidak perlu, jangan sampai dosa dosa kita membuat kita takut dan kemudian menjauh dari Allah, melainkan mendekatlah dan mohonlah ampun kepada Allah. Tidak perlu juga kuatir jika kita tidak berdosa, maka Allah akan singkirkan dan ganti kita dengan Kaum yang lain, tidak demikian.
_____
Kenapa kok Allah ciptakan Neraka? kenapa kok Allah ciptakan manusia dan beberapa diantaranya ditakdirkan hanya untuk masuk kedalam Neraka? kenapa Allah menciptakan orang buta, cacat, miskin, dan atau yang lainnya?
Dari sini kita tau bahwa banyak fawaid, arti, makna, hikmah, jawaban dari pertanyaan sejenis diatas
Allah menciptakan Neraka bukan untuk menyiksa kita, melainkan bentuk kecintaan Allah agar kita mengejar Surga. (Karena ketika hanya ada Surga, buat apa lagi Surga dikejar). Ini adalah pemahaman yang haq, jika kita berfikir dan setelah kita belajar.
Allah menciptakan orang buta, cacat, miskin, adalah bentuk keadilan Allah untuk mengajarkan rasa bersyukur, dimana jika semua tidak buta, maka tidak ada yang bersyukur atas matanya (penglihatannya), dimana jika semua kaya, tidak ada yang miskin, maka siapa yang akan berjualan, bekerja, siapa yang bersedekah, maka tidak ada yang bersyukur atas hartanya. Dimana orang buta, cacat, sakit, miskin, Allah akan memiliki cara tersendiri untuk menghisabnya, dimana mereka ini akan lebih mudah hisabnya, lebih mudah potensi masuk surga, lebih banyak jumlah mereka yang masuk surga. Dan inilah sifat Maha Rahman dan Rahim Allah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang Allah, sifat Maha Adil Allah, dan lainnya.
..Wallahu a’lam..