...

Bahaya Merasa Pintar ( Part 2 )

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Merasa diri sudah tau, mengerti, pintar, pandai, dan sukses adalah sesuatu hal yang sangat berbahaya karena sikap tersebut membuat kita menjadi besar kepala.

Sebaliknya, jika merasa diri belum tau, mengerti, pintar, pandai, dan sukses adalah sesuatu hal yang baik karena sikap tersebut yang membuat kita akan terus berkembang.

Dalam rangka agama, kita saksikan saudara-saudara kita yang merasa sudah pintar, sukses, mempunyai title, gelar, dan jabatan, mereka merasa sudah tau, merasa sudah mengerti, dan merasa sudah paham dan membuatnya menjadi besar kepala padahal ternyata belum tau, paham, masih keliru, dan salah dalam memahami agama ini.

Dalam rangka agama, kita saksikan saudara-saudara kita, yang merasa dirinya belum pintar, sukses, menanggalkan titlenya, gelarnya, jabatannya, justru inilah baik. 

Ada sebuah quote yang sangat bagus:

“Kegagalan yang membuat kita rendah hati, lebih baik dari kesuksesan yang membuat kita arogan”

Seseorang yang gagal, namun menjadikan dia rendah hati, introspeksi diri, muhasabah diri malah lebih baik daripada kesuksesan yang membuat kita sombong, merasa sudah pintar, sudah pandai, padahal kemasukan syubhat.

Kemudian:

“Mempertahankan lebih sulit dari pada meraih”

Paradox atau Logical Fallacy selanjutnya yang biasanya memapari orang sukses adalah “First Rangking Syndrome”.  Seseorang yang sudah meraih kesuksesan, merasa sudah sukses, merasa sudah meraih atau mempunyai apa yang ada pada dirinya, kemudian justru menyebabkan dia gagal mempertahankannya, seseorang mungkin sangat mungkin bisa meraih kesuksesan tersebut, namun gagal dalam mempertahankannya.

Tidak ada yang salah dengan menjadi sukses, berhasil, pintar, pandai, “first rank”, dan sebagainya. Hal yang salah dan ini yang berbahaya apabila justru dia merasa puas, yang kemudian menjadikannya sombong inilah yang dinamakan syubhat. Dia menjadi sombong dan memakai kepintarannya untuk mendebat, melawan, orang yang menjadikannya pandai.

Padahal menjadi sukses (misal: kaya) itu hal yang biasa, semua orang bisa kaya raya dalam semalam dengan memenangi lotre, namun yang luar biasa adalah dia mampu mempertahankan kesuksesannnya, semua orang bisa tahajud pada sepertiga malam, namun yang luar biasa asalah dia mampu mempertahankannya atau dalam rangka agama adalah istiqomah

Kemudian definisi tahapan ilmu dari Umar :

Orang yang sudah merasa pandai, justru sejatinya dia belum pandai. Orang-orang seperti ini mudah diketahui ciri cirinya karena mereka didapati mengeluarkan argumen yang cacat logika, misal: dia tau ada kursi / bangku, tetapi dia berkata “aku mau duduk di trotoar / lantai saja”, dia tau ada teman teman shalih, namun dia mengatakan “aku begini begini saja,” dia tau ada Surga namun dia berkata “kalian saja lah yang masuk Surga”. Dia lupa, sombong, bahwa apa yang dia punyai wajib dia syukuri, bukan dia kufuri, dia lupa bahwa ada dosa yang harusnya dia taubati, bukan dia sibuk membela diri / argumentasi.

Orang-orang yang benar-benar pandai, pintar, sukses, justru tidak terlihat pandai, pintar, sukses, mudah diketahui ciri cirinya, karena tercermin dari rendah hati dia, humble dia, membumi dia, ilmu padi dia, kata katanya atau argumennya yang keluar dari lisannya cocok logika, alur kerangka berfikirnya baik, tanda dia tidak terkena logical fallacy, tanda dia tidak terpapar syubhat. Ketika ada lampu yang menerangi jalannya maka dia akan “turn it on”, bukan “turn it off”, ketika ada nikmat dia bersyukur, bukan kufur, ketika ada dosa dia taubat, bukan lanjut debat.



Umar, sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, yang sangat pintar, sukses, kaya raya, cerdas, seorang yang dijamin Surga, seseorang dengab pemahaman Salafush Shalih, sesaat sebelum wafat karena perutnya ditusuk beliau berkata: apakah yang menusukku adalah Kaum Muslimin? 

Maksud beliau disini adalah “apakah aku (dan Umat yang kupimpin) terkena syubhat?” (sehingga ada Kaum Muslimin yang menusuknya). 

Bahkan sampai menjelang wafat beliau memastikan dahulu dirinya tidak terkena syubhat, karena beliau sangat menjaga diri dan umatnya dari Syubhat. Dan dijawab “bukan, (karena yang menusukmu) melainkan abu lu’lu’ (seorang yahudi yang menyusup didalam saf shalat Subuh Kaum Muslimin) yang kemudian menusuk beliau kala mengimami shalat Subuh.

Begitu berbahayanya Syubhat, bukan sekedar mendebat, melawan, bahkan bisa sampai membunuh seorang Amirul Mukminin. Begitu takutnya Umar, dirinya, sahabatnya, umatnya, orang orang dengan pemahaman Salafush Shalih terkena syubhat. Adapun kita yang baru belajar manhaj ini, meniti jalan lurus ini, masih jauh dari manhaj ini, namun begitu mudahnya kemasukan syubhat.

Ada banyak orang orang yang sudah (merasa) sukses, kaya, atau pintar, namun Allah tidak beri hidayah dia, terpapar syubhat dia. Sedangkan ada sebagian lainnya yang Allah diberi hidayah, dan cerdas dia, mampu memahaminya.

..Wallahu a’lam..