...

Antitesis Agnostik

Artikel - 1 year ago - Tag : Artikel
Author : Abdullah Abdurrahman

Dari pembahasan sebelumnya kita tau bahwa terdapat bahaya besar jika kita ini tidak belajar tauhid, tidak cerdas, ada bahaya besar jika kita belajar hanya untuk sekedar pintar (syarat gampang cari / masuk kerja), ada bahaya besar dari kurikulum apa yang kita pelajari, ada bahaya besar dilingkungan dimana kita berada, syubhat, filsafat, dan lainnya, yang menjadikannya hanya kelihatan pintar, padahal bodoh, padahal sama sekali tidak cerdas dia.

Berikut dengan ilmu, dengan wawasan, dengan pemahaman tauhid, dengan memahami agama sebagaimana Rasul shallallahu alaihi wasallam dan Para Sahabat, akan dengan mudah kita bongkar, luluh lantahkan, pemahaman bodoh agnostik tersebut.

Analogi logika sederhana, pernah lihat orang atau ormas tertentu berbaju seperti loreng loreng, agar dianggap tentara, padahal bukan? 

Bagaimana caranya seseorang mau jadi tentara, dianggap tentara, resmi seorang tentara, apabila tidak pernah masuk tentara, sekedar memakai baju loreng. Melihat orang orang berbaju loreng tetapi bukan tentara, inilah umpama para Agnostik tersebut.

Bagaimana seseorang hanya (modal) berkelakuan “baik”, lalu dianggap tentara sukses, padahal menjadi tentara itu modalnya fisik, mental, uang, airmata, konsisten, perjuangan, nyawa, bukan sekedar “baik”.

Bagaimana seseorang tentara juga wajib dia melakukan (ritual) push up; sit up; lari; halang rintang; bela diri; baris berbaris; upacara, dll. Bukan sekedar “baik”. Bagaimana ngaku tentara tetapi tidak mau / tidak pernah upacara.

Bagaimana inilah pentingnya ilmu, wawasan, pemahaman tentang tauhid, bahwa jika ke Monas, kita sangat bisa naik angkot, ojek, bajaj, busway, KRL, taksi online, dll. Padahal, perkara agama, surga, tidak bisa sampai kita ke tujuan kita, kecuali hanya ada satu cara, yaitu cara yang dikehendaki Allah, cara yang dituntunkan oleh Rasul shallallahu alaihi wasallam.

Bagaimana orang orang Singapore, Jepang, Korea, China, Finlandia, Swiss, Jerman dll, itu jujur, rapi, tertib, bukan karena mereka beragama, melainkan mereka tau persis dan takut, akan hukuman sosial, hukuman denda berat, hukuman mati, hukuman gantung, kursi listrik, suntik mati, dll. Orang yang beragama dan dia tau persis ada hukuman berat atas pelanggaran atau dosanya, maka dia juga akan jujur, rapi, tertib. Justru patah logikanya, jika ada orang orang yang sebegitu takut akan hukuman dari manusia, namun dia tidak takut hukuman dari Tuhan yang menciptakan dirinya (Agnostik mempercayai adanya Tuhan).

Bagaimana pemahaman filsafat-lah, yang menjadikan otaknya tumpul, dan super bodoh, karena filsafat menolak segala ilmu pengetahuan kecuali cocok dengan buah pikirnya, dengan pemikirannya. Merekalah yang sebenarnya berotak tumpul, karena “mendewakan” pikirannya, menganggap buah dari pikirannya saja-lah yang benar. Padahal orang ini tidak berwawasan, kurang gaul, kurang jauh mainnya, kurang banyak ilmu pengetahuannya.

Bagaimana karena kebodohannya ini, ketidak tauhuannya ini, tidak berwawasan, tidak paham dia, tidak berilmu dia, tidak mengerti dia, tidak kenal dia dengan Rasul dan Para Sahabat, tidak tau dia, tidak paham dia, hadits 1/73 tidak tau dia, tidak paham dia hadits 1/1000. Mereka mengambil contoh agama dari yang 72 bukan dari yang 1, mereka mengambil contoh agama ini dari yang 999 bukan yang 1.

Bagaimana agama yang dilihat, dipahami, dijadikannya contoh adalah yang 72, yang 9999, dari capres yang jualan agama, dari ustad yang jualan agama, dari guru, karyawan, pekerja yang tidak jujur, tidak profesional, korupsi, dari muslim yang shalat jumat namun nyolong sendal, nyolong sepatu, nyolong kotak amal. Sebegitu sempit, cetek dan dangkalnya orang agnostik memandang kemudian dari data/fakta yang salah ini diproses di kepalanya, dipikirannya, dan outpunnya pun salah, gagal paham dia, karena otak dan pikirannya sendiri.

Bagaimana dia tidak paham, bahwa 1400++ tahun yang lalu, Rasul dan Para Sahabat, Para Salafush Shalih sudah tau akan hal ini, sudah menyerukan akan hal ini. Dimana agama ini akan terpecah menjadi 73, yang mana 72 semua sesat melainkan 1 yang selamat, akan ada 999 orang masuk neraka, hanya 1 yang masuk surga. Dimana mayoritas umat beragama memang semuanya salah, sesat, masuk neraka (ini yang dijadikan sampel oleh Agnostik, paham filsafat), kecuali yang 1 (dan yang 1 ini tidak dijadikan sampel oleh Agnostik, karena tidak tau dia, tidak paham dia).

Bagaimana tidak paham mereka, bahwa Islam ini fondasinya adalah Tauhid yaitu satu cara, satu pemahaman, satu kelompok saja, adapun selain yang satu ini. adalah salah. 

Bagaimana tidak paham mereka, justru karena pemikiran mereka, memasukkan pikiran / akal / logika kedalam agama, untuk kemudian memodifikasi agama, inilah asal muasal kesesatan.

Bagaimana tidak paham mereka, bahwa pikiran pikiran bebas ini, filsafat, freethink, yang kemudian menyebabkan banyak pemahaman dan golongan dalam beragama.

Bagaimana justru pikiran pikiran bebas ini, filsafat, freethinker, asal muasal penyebab sesatnya seseorang, penyebab lahirnya paham paham sesat, khawarij, qodariyah, jahmiyah, jabariyah, mutazilah, asysyariah, maturidiyah, atau zaman belakangan komunis, sosialis, demokratis, kapitalis, industrialis, dll.

Bagaimana justru dari pemikiran bebas, filsafat, freethinker inilah, ekonomi diatur jauh dari ekonomi syariah, muamalah, uang, perbankan, diatur oleh freethinker (freemason), dibuatlah model ajaran pendidikan (kurikulum) yang “dipaksakan” padahal tidak sesuai dengan agama, minat, bakat, kemampuan, ketrampilan, passion, dll. 

Bagaimana justru dari pemikiran bebas ini, dibuat paham paham yang keliru dalam rangka agama, pendidikan agama, dakwah, pengajian, ceramah, dari pemahaman yang keliru, kurikulum keliru, fakultas agama keliru, lahir filsafat Islam, islam moderat, kelompok kelompok (ormas) Islam, partai Islam, dll.

Bagaimana justru dari pemikiran bebas, filsafat, freethinker inilah, mendidik dan mencetak seseorang untuk pintar namun tidak cerdas, mencetak seseorang pintar dengan standar tertentu hanya untuk menjadi budak bagi orang yang lain, bukan memintarkan sesuai minat, bakat, kemampuan, dan passion, bukan pula mencerdaskan, melainkan ilusi “comfort zone”. Sehingga lahirlah PNS gabut, polisi terima tilang, tentara minta jatah, pegawai korup, dokter malpraktek, muslim nyolong sendal, dll.

Bagaimana justru dari pemikiran bebas, filsafat, frethinker inilah, mendidik seorang akan agama, mereka mungkin shalat, puasa, gamis, peci, jenggot, namun sesat, tidak jujur, nyolong sendal, dompet, kotak amal, korupsi, teroris, ormas anarkis, aliran, golongan, perkumpulan, bahkan partai yang bermacam macam ideologi dan pemahamannya.


Orang orang Agnostik, dia super keblinger sendiri, orang orang yang terpapar filsasat, dia sedang ditipu daya iblis, dia berputar putar lagi dilogika lingkaran setan. Dia sendiri yang melahirkan pemikiran yang sesat, dia menularkan kesesatannya kepada orang beragama, yang membuat orang beragama ikut tersesat, yang kemudian menyalahkan “agama”, mereka tidak mau beragama, karena melihat banyak orang beragama tersesat, padahal kesesatan itu dari hasil buah pikirnya sendiri, padahal segala keburukan yang dilakukan mayoritas kaum beragama (72 dari 73; 999 dari 1000) adalah hasil dari pikiran sesat mereka sendiri, dari “kurikulum” buatan yang mereka sebarkan sendiri.



Betapa bersyukurnya ketka kita memahami agama ini, bertauhid, memahami bahwa hanya ada 1 yang benar, dan selamat. Begitu pentingnya Tauhid, Beruntungnya jika kita memahami bahwa adalah terbukti benar, begitu luar biasanya agama ini, bahwa fenomena ini sudah diketahui 1400++ tahun yang lalu, sudah diserukan, dituntunkan, oleh Rasul shallalahu alaihi wasallam dan Para Sahabat. Agar kita tidak tersesat, agar kita selamat.

Belajarlah agama ini dengan benar, belajarlah tauhid, inilah yang wajib, inilah yang harus “dipaksakan” karena memahami agama sebagaimana pemahaman Rasul dan Para Sahabat, adalah satu satunya tuntunan, yang mencerdaskan, yang membuat kita tidak tersesat, dan selamat.

Belajarlah ilmu lain, baik disekolah, kuliah, non kuliah, teori, praktek, jam duduk, jam terbang, melihat contoh, dan tauladan dari ekspert, dari praktisi, yang memintarkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, passion. Bukan sekedar untuk dianggap pintar syarat mudah cari / masuk kerja, comfort zone, padahal tidak sukses, tidak selamat, melainkan hanya jadi budak bagi orang lain. 



Ada 3 kuadran jenis profesi lain, kurikulum lain, yang bisa kita pelajari, yang memintarkan dan menyelamatkan kita, yang pasti bukan filsafat asal muasal kesalahan metode berfikir, bukan sekedar pintar berpikir, namun tersesat.

 

..Wallahu a’lam..