Tahukah, apa zat yang paling cepat di alam semesta? Jawabannya adalah : Cahaya
Cahaya sendiri, masih diperdebatkan para Ilmuan apakah ini termasuk zat (benda) atau bukan, karena partikel ini mampu merambat bergerak tanpa media (bahkan diruang hampa).
Kendati demikian telah dibuktikan bahwa walaupun cahaya mampu merambat tanpa media apapun dalam kecepatan yang paling cepat yaitu dibulatkan 300.000km/detik.
Cahaya sendiri, adalah satu satunya partikel dari dimensi ke-4 (atau 4 Dimensi), karena selain mampu merambat tanpa media apapun, cahaya terbebas dari satuan berat, panjang, tinggi, lebar, dan juga satuan waktu. Didapati waktu, tidak berlaku bagi cahaya.
_____
Untuk memahami ini, perlu diterangkan dahulu bahwa, dua orang ilmuan bernama Haffle dan Keating pernah meneliti dan menguji ini dengan menggunakan jam atom pada sebuah pesawat komersil (atau suatu objek yang cepat) maka akan berpengaruh pada waktu yang semakin melambat, didapati jika kita (sering) menaiki pesawat, maka kita akan memiliki umur yang lebih muda walaupun dalam skala nanoseken.
Ini adalah salah satu bukti dari teori relativitas Einstein, dimana ternyata fisika atau ilmu pasti yaitu fisika ternyata relatif, tidak pasti.
Untuk lebih memahami ini, dari rumus relativitas Einstein diperkirakan, jika seandainya kita naik pesawat dengan kecepatan 3/4 cahaya, maka waktu akan melambat 1.5x-nya (kita akan lebih muda 1.5x), jika seandainya ada sebuah kendaraan yang mampu membuat kita bergerak setara dengan 99.9% kecepatan cahaya, maka waktu akan melambat 7x-nya (kita akan lebih muda 7x), dibanding manusia lain yang diam dibumi.
Lalu bagaimana jika kita mampu bergerak dengan 100% kecepatan cahaya? Perlu diketahui bahwa (sampai saat ini) tidak ada benda yang memiliki massa mampu bergerak secepat itu, sebab untuk mampu bergerak dengan kecepatan itu maka energi yang diperlukan untuk percepatan benda tersebut menjadi tidak terhingga (~). Namun andaikan sesuatu dapat bergerak dengan kecepatan cahaya, maka dilatasi waktu menjadi ekstrem, bahkan waktu bisa dikatakan menjadi berhenti. Bukan berarti waktu tidak ada, melainkan tidak adanya kerangka acuan yang bergerak melebihi kecepatan cahaya
Inilah sebabnya cahaya disebut sebagai zat atau partikel dari dimensi ke-4, karena terbebas dari berat, panjang, lebar, tinggi, dan bahkan waktu. Ini tentu sulit dipahami bagi manusia karena manusia terbiasa bahkan terikat dengan suatu bilangan waktu, dan ruang 3 dimensi, kita terbiasa maju dan mundur, naik dan turun, tetapi tidak dengan waktu yang tidak mengenal mundur melainkan hanya maju, tidak pula cahaya yang tidak mengenal waktu.
Inilah sebabnya kita yang tinggal dalam 3 dimensi sulit memahami, membayangkan, dan menghitung secara pasti sesuatu dari dimensi ke 4 alias hanya bisa memperkirakannya, ini sejalan dengan teori relativitasnya yang dikatakan Einstein itu sendiri, yaitu relatif dari hasil imaginasi (tentang 4 dimensi).
Sebagai ilustrasi, jika seandainya kita hidup dalam dunia 2 dimensi, maka kita tidak bisa melihat apel secara “bundar” (3D), melainkan hanya melihatnya secara “bulat” seperti melihat gambar apel pada media kertas (2D). Seperti inilah perumpamaan sulitnya kita yang hidup pada 3 dimensi sulit membayangkan dimensi ke 4 yaitu cahaya, atau waktu itu sendiri.
Sebagai ilustrasi, jika seandainya kita berada didalam sebuah kereta yang melaju cukup kencang dan melihat ada kilatan cahaya 2 petir yang bersamaan di luar kereta (satu petir dibagian depan kereta, dan satu petir dibagian belakang kereta), maka kita akan lebih dahulu melihat cahaya petir yang didepan kita baru kemudian cahaya petir dibelakang kita (karena cahaya petir dibelakang memerlukan waktu lebih dibandingkan cahaya petir didepan, untuk mengejar kita yang bergerak maju kedepan). Hal ini akan berbeda dengan seseorang yang berada diam diluar kereta melihat 2 petir tersebut, dimana kedua petir tersebut akan terlihat bersamaan. Inilah ilustrasi dimana kecepatan bisa mempengaruhi waktu, melambatkan waktu, jika suatu objek menempuh suatu kecepatan tertentu, dibanding objek yang diam.
************************
************************
Seseorang yang semakin kritis dalam memahami (filsafat) sesuatu, akan mendapati banyak tanda tanya (??) didalam kepalanya, yang tidak bisa dia jawab.
Seseorang yang semakin kritis dalam memahami (filsafat) sesuatu, akan menyadari adanya batasan dalam pemikiran dan ilmu pengetahuannya, dan menyadari ada sesuatu yang tidak dia mengerti, ada sesuatu diatas pikiran dan ilmu itu sendiri, yang tidak bisa dia ukur, dia hitung secara tepat, adanya sesuatu yang jauh lebih “cerdas” yang mengatur seluruh alam semesta ini dengan begitu harmonisnya.
Seseorang yang berlogika, nalar, logis, dan kritis dalam memahami (filsafat) maka dia akan yakin dengan keberadaan Tuhan. Walau mungkin dia masih kesulitan siapa Tuhan itu, kesulitan mengenali Tuhan, mengenali Allah. Kecuali dia mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah. Sebaliknya betapa kasihan orang orang yang sudah mengenal Allah, kemudian dia mempelajari filsafat, mempelajari agama, mempelajari Allah namun malah dia tersesat, keliru memahami Allah.
______
Ingatlah saudaraku para pengagum akal, para pengagum nalar rasional dan logika, ada sesuatu diatas ilmu pengetahuan akal manusia yang tidak selalu bisa diakali melainkan diimani.
Ada sesuatu diatas akal yang mampu menghitung kecepatan zat atau partikel cahaya, bernama “Bouroq”, ada seorang manusia biasa yaitu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang tentunya dikehendaki oleh entitas diatas ilmu pengetahuan, yaitu Allah, yang mampu menempuh perjalanan dengan kecepatan jauh diatas kecepatan cahaya, ketika perjalanan Miraj ke ujung langit alam semesta dalam waktu semalam.
Ada zat diatas cahaya, ada pula Dzat yang menciptakan dan mengatur ini semua, yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, ada sesuatu diatas zat yang terlepas dari satuan waktu, yaitu Dzat yang tidak mengenal awal maupun akhir, Yaitu : Allah Rabbul Alamin.
Bersyukurlah, jika kita termasuk sedikit diantara yang dikehandaki diberikan hidayah dan taufiq, kita dikehendaki termasuk yang mengenal Allah, mengimani Allah. Karena betapa banyak manusia, bahkan saudara kita Kaum Muslimin yang pintar, cerdas, krisis, logis, dia berakal, memiliki akal, namun dia tidak tidak mampu mengimani Allah atau bahkan tidak mengenal Allah.
Bersyukurlah dengan selalu menjaga hidayah dan membela agama Allah, dengan cara terus mempelajari, memahami, mengamalkan, mengistiqomahkan, dan mendakwahkan, keimanan, ketauhidan, dan ketakwaan kepada Allah.
Tauhid = Ibadah Tidak Syirik
Takwa = Ibadah Tidak Bid’ah
..Wallahu a’lam..